Rabu 13 Jun 2012 15:02 WIB

Bali Masih Menjadi Target Teroris?

Red: Yudha Manggala P Putra
Suasana saat matahari terbenam di kawasan wisata Tanah Lot Tabanan, Bali beberapa waktu lalu. Bali beberapa waktu yang lalu, untuk keenam kalinya secara berturut-turut dinobatkan sebagai pulau wisata terbaik di dunia oleh majalah pariwisata terkemuka di Am
Foto: Antara
Suasana saat matahari terbenam di kawasan wisata Tanah Lot Tabanan, Bali beberapa waktu lalu. Bali beberapa waktu yang lalu, untuk keenam kalinya secara berturut-turut dinobatkan sebagai pulau wisata terbaik di dunia oleh majalah pariwisata terkemuka di Am

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA - Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai mengemukakan bahwa Provinsi Bali masih menjadi target operasi para teroris karena Pulau Dewata merupakan 'ikon' Indonesia.

"Bali merupakan target paling favorit para teroris karena gaung di Bali sangat kuat dibanding daerah lainnya," kata Ansyaad Mbai setelah menghadiri penutupan Konferensi Internasional Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam Tindak Pidana Lintas Negara Terorganisasi di Nusa Dua, Bali, Rabu (13/6).

Hal itu harus menjadi perhatian semua pihak agar selalu waspada karena modus operandi para teroris kini telah bergeser dan berkembang dalam hal sasaran yang tidak hanya warga negara asing, tetapi juga sudah menyasar warga lokal.

Terkait daerah rawan terorisme, lanjut Mbai, pihaknya sudah memetakan 12 daerah di Tanah Air namun Pulau Dewatalah yang paling tinggi kerawanannya. Dia mengatakan bahwa setiap operasi teroris selalu menggunakan orang lokal yang berperan mencari target dan sasaran operasi.

Dipilihnya Bali sebagai sasaran strategis karena pulau kecil ini merupakan daerah wisata terkenal yang banyak dikunjungi pelancong dari berbagai penjuru dunia.

Kejahatan terorisme, lanjut Mbai, pendanaannya tidak hanya didapatkan dari hasil perampokan namun sudah ada indikasi adanya hubungan dengan perdagangan narkotika.

"Kasus terakhir yang terjadi di Sanur, Bali, aparat menangkap 11 orang tersangka. Ternyata mereka memiliki aset Rp8 Miliar yang didapatkan dengan cara membajak jaringan secara 'online' untuk kegiatan bom di Solo dan untuk kegiatan pelatihan," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement