REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU - Jumlah titik panas (hotspot) sebagai indikasi kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau menurun drastis pada Sabtu (16/6). Penurunan kemungkinan disebabkan adanya curah hujan dan hembusan angin dengan intensitas normal.
Berdasarkan pantuan terakhir satelit NOAA 18 yang dirilis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru, jumlah titik panas di Riau kini mencapai tujuh titik. Titik panas tersebut tersebar di empat kabupaten di Riau.
"Asap sudah terasa pada malam hari, meski begitu tidak separah hari sebelumnya yang sampai masuk ke rumah karena sangat pekat," kata seorang warga Pekanbaru, Tri Handayani (30).
Meski begitu, sebaran titik panas di Riau mendominasi keseluruhan jumlah titik panas di Pulau Sumatera yang mencapai sembilan titik. Titik panas di Riau dideteksi paling banyak di Kabupaten Rokan Hilir mencapai empat titik, Rokan Hulu (1), Siak (1), dan Pelalawan (1).
Berdasarkan pantauan, kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan mulai menipis. Namun, sejumlah warga mengatakan kepekatan asap paling parah terjadi pada malam hari.
Lutfi (33), seorang warga lainnya, mengatakan kepekatan asap sangat mengganggu pengendara pada malam hari karena mengurangi jarak pandang.
"Selain itu kalau kita pakai motor, asap membuat nafas agak sesak," katanya.
Sebelumnya, kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan cukup pekat melanda sejumlah daerah di Riau pada Jumat (15/6). Akibatnya, asap sempat mengganggu aktivitas penerbangan Bandara Pinang Kampai di Kota Dumai.
Penerbangan pesawat Pelita Air terpaksa ditunda beberapa waktu karena asap menutupi landas pacu bandara sehingga dianggap berbahaya untuk penerbangan.
Kabut asap akibat pembukaan lahan perkebunan pada musim kemarau sering kali mengganggu kenyamanan warga dalam beraktifitas karena terbatasnya jarak pandang serta terhirup asap.