Ahad 17 Jun 2012 20:18 WIB

Kuliner Ekstrem, Apa Hukumnya?

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Heri Ruslan
Ular Kobra
Foto: Sigid Kurniawan/Antara
Ular Kobra

REPUBLIKA.CO.ID,  Ada banyak alternatif daging hewan yang laik dan halal dikonsumsi. Tetapi, beberapa jenis hewan yang oleh sebagian kalangan dianggap bermanfaat dan lezat serta cita rasa yang menggoyang lidah itu belum tentu mendapat respons positif dan divonis halal menurut kacamata syariat. 

Beberapa hewan yang kerap dikonsumsi bahkan, termasuk kategori hewan yang haram untuk dikonsumsi, indikator keharamannya bisa beragam. Bisa jadi karena hewan tersebut termasuk jenis binatang yang diperintahkan dibunuh atau dianggap sebagai kelompok hewan yang menjijikkan.

Padahal, secara tegas perintah mengonsumsi makanan yang halal, tak terkecuali daging binatang, itu ditegaskan dalam Alquran aurah al-Maidah ayat 88: "Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah direzekikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya." Di antara jenis daging hewan yang beredar luas dan menjadi santapan bagi segelintir orang ialah:

Darah dan empedu ular kobra

Sebagian orang percaya ular kobra memiliki khasiat yang beragam. Ragam kegunaan itu, antara lain, untuk mengobati sakit katarak, mata minus, dan juga sebagai pencegahan penyakit mata lainnya. Sedangkan, empedunya dipercaya dapat digunakan sebagai penawar racun dan penambah stamina bagi laki-laki dewasa. 

Cacing

Kini, tengah marak pembudidayaan cacing untuk dikonsumsi. Jenis-jenis yang paling banyak dikembangkan oleh manusia berasal dari famili Megascolicidae dan Lumbricidae dengan genus Lumbricus, Eiseinia, Pheretima, Perionyx, Diplocardi, dan Lidrillus. Di antara jenis-jenis tersebut, terdapat tiga jenis cacing yang menyukai bahan organik dengan bahan dasar pupuk kandang dan sisa-sisa tumbuhan, yaitu Pheretima, Periony, dan Lumbricus. 

Daging kera dan tokek

Masyarakat memercayai dengan mengonsumsi daging kera, bermanfaat bagi penyembuhan penyakit gatal atau borokan. Selain daging kera, ada lagi obat gatal, yaitu daging tokek. Penggunaan daging kedua binatang itu telah menjadi tradisi yang mengakar di sejumlah komunitas. Bahkan, tak jarang, mereka mengonsumsi dagingnya bukan untuk tujuan obat, melainkan mengejar kenikmatan dan kepuasan.   

Dasar keharaman

Tokek termasuk hewan yang haram untuk dimakan. Keharamannya karena hewan berkaki empat itu termasuk hewan yang diperintahkan dibunuh. Diriwayatkan dari Sa'ad bin Abi Waqqash, dia berkata, "Nabi  memerintahkan untuk membunuh tokek dan menyebutnya fasiq kecil," (HR Muslim).

Demikian halnya dengan pengharaman ular. Hewan tak berkaki itu diharamkan karena dikategorikan binatang yang wajib dibunuh. Mengonsumsi ular, termasuk pula mengonsumsi daging, darah, dan empedunya.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, dia berkata, "Kami tengah bersama Nabi di sebuah gua dan saat itu turun pada beliau ayat, 'Demi Malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan' (QS al-Mursalaat:1). Ketika kami mengambil air dari mulut gua, tiba-tiba muncul seekor ular di hadapan kami. Beliau pun bersabda, 'Bunuhlah ular itu!' Kami pun berebut membunuhnya dan aku berhasil mendahului. Rasulullah SAW bersabda, 'Semoga Allah melindungi dari kejahatan kalian sebagaiman Dia melindungi kalian dari kejahatannya.'" (HR Bukhari dan Muslim).

Hewan-hewan itu, selain dinyatakan wajib dibunuh, keberadaannya bagi umat Islam tidak laik juga dikonsumsi. Jenis-jenis tersebut dianggap menjijikkan, sebagaimana cacing. Binatang yang menjijikkan tidak boleh dikonsumsi. Allah SWT berfirman: "Dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk. (QS al-A'raf [7]: 157).

 Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin mengatakan, kriteria binatang yang buruk dan menjijikkan pada setiap orang dan tempat pasti berbeda. Ada yang menjijikkan pada seseorang, misalnya, tetapi tidak menjijikkan pada yang lainnya. Maka, yang dijadikan standar oleh para ulama adalah tabiat dan perasaan yang normal (salim) dari orang Arab yang tidak terlalu miskin yang membuatnya memakan apa saja.

Ia menambahkan, bila binatang tersebut tidak didapati di Jazirah Arab, barometer jijik atau tidaknya dikembalikan pada kebiasaan yang berlaku di masyarakat setempat. "Jadi, menurut ukuran mayoritas masyarakat," katanya kepada Republika, di Jakarta, Rabu (1/4).

Ia menegaskan, pendayagunaan daging-daging hewan yang dikategorikan jijik dan diharamkan itu untuk tujuan obat diperbolehkan. Dengan catatan, tidak lagi ditemukan alternatif obat yang halal dan aman dikonsumsi. Selama masih terdapat obat halal, haram hukumnya mengonsumsi daging-daging itu dengan alasan pengobatan. Karenanya, agar lebih aman ia mengimbau masyarakat agar menghindari konsumsi daging hewan-hewan yang menjijikkan.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement