REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak enam ormas keagamaan menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Komisi Yudisial (KY). Enam ormas keagamaan itu, antara lain Pengurus Besar Nahdlatu ulama (NU), Pengurus Pusat Muhammadiyah, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Persatuan gereja-gereja Indonesia (PGI), dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). MoU itu berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan peradilan yang bersih.
Ketua KY, Eman Suparman, mengatakan kerja sama dengan enam ormas keagamaan itu menjadi langkah penting bagi KY. Terlebih lagi kompleksitas kenegaraan dan keagamaan terutama dalam bidang hukum dan keadilan terhadap masyarakat semakin tinggi. "Kerja sama KY dengan ormas keagamaan adalah sebuah keniscayaan," katanya saat memberika sambutan di kantor KY, Senin (18/6).
Menurutnya, MoU itu penting tak lain karena kebutuhan bersama untuk menciptakan peradilan bersih atas adanya praktik mafia pengadilan yang aktornya adalah hakim. "Profesionalitas hakim menjadi tugas bersama. Menjadi tanggung jawab kita bersama untuk berikan binaan kepada hakim," katanya.
Tak hanya itu MoU ini mengurangi praktik penyimpangan kode etik para hakim baik memeriksa, memutus, ataupun di luar tugas dalam kehidupan pribadi. Ia juga mengatakan pentingnya membangun kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan agar adil dan akuntable. "Jangan sampai ketidakpercayaan masyarakat kepada hakim disamaratakan: hakim berintegritass tinggi dan rendah," katanya.
Eman juga menekankan adanya kebutuhan bersama untuk berjalannya peradilan yang adil terutama yang berkaitan dengan konflik agama harus menjadi perhatian. Adapun Ruang lingkup kerja samanya terkait dengan sosialisasi peradilan bersih, partisipasi pelaporan dan pengawasan kinerja hakim, menjadi narasumber berbagai kegiatan pihak-pihak terkait, dan program lainnya yang disepakati bersama.