REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (18/6), memeriksa tersangka kasus korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Neneng Sri Wahyuni. Pemeriksaan itu dimulai sejak pukul 10.00 WIB tadi.
Pada paruh pertama pemeriksaan atau dua jam pertama, Neneng ditanyakan penyidik tentang data diri. Selain itu, Neneng juga ditanya soal posisinya dalam PT Anugrah Nusantara, bagian dari PT Permai Group milik M Nazaruddin, suaminya.
"Beliau mengatakan tidak pernah aktif di PT Anugrah. Beliau hanya mengatakan bahwa pernah dimintai suaminya untuk membantu akta PT Anugrah pada tahun 2006 dulu," kata kuasa hukum Neneng, Junimart Girsang di kantor KPK, Senin (18/6) siang.
Selanjutnya, Neneng mengatakan kepada penyidik bahwa saham PT Anugrah itu sudah dijual kepada Anas Urbaningrum, ketua umum Partai Demokrat saat ini. Namun, Neneng tak menyebut kapan saham itu dijual.
"Tadi penyidik tidak menanyakan kapan waktunya. Pokoknya sudah dijual," kata Junimart.
Saat ditanya apakah kedatanganya ke Indonesia untuk membawa aset hartanya yang mencapai Rp 1 triliun ke Malaysia, Junimart menyatakan tidak tahu. Yang jelas, lanjut Junimart, penyidik tidak menanyakan hal tersebut.
Kuasa hukum Neneng lainnya, Rufinus Hutahuruk mengatakan, tak mungkin kliennya memiliki harta senilai Rp 1 triliun. Pasalnya, KPK pasti akan menyita harta Neneng jika memiliki harta sebesar itu. "Logika berpikirnya dong. Gak mungkin Neneng punya uang segitu," katanya.
Neneng ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan PLTS dan Pekerjaan Supervisi Pembangkit Listrik (PSPL) di Ditjen P2MKT Kemenakertrans tahun anggaran 2008.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk terdakwa Timas Ginting dikatakan, Nazaruddin dan Neneng menikmati uang sebesar Rp 2,7 miliar melalui PT Alfindo Nuratama selaku perusahaan pemenang pembangunan PLTS senilai Rp 8,9 miliar.