Rabu 20 Jun 2012 13:18 WIB

Hujjatul Islam: KH Abdul Wahab Hasbullah, Pemikir Progresif NU (2)

Rep: Nidia Zuraya / Red: Chairul Akhmad
KH Abdul Wahab Hasbullah.
Foto: Blogspot.com
KH Abdul Wahab Hasbullah.

REPUBLIKA.CO.ID, Kemauan yang keras untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya tampak semenjak masa kecilnya yang tekun dan cerdas memahami berbagai ilmu yang dipelajarinya. Sampai berusia 13 tahun, Abdul Wahab berada dalam asuhan langsung ayahnya.

Kemudian, ia menghabiskan masa remajanya dengan menimba ilmu di sejumlah pesantren. Ia pernah belajar di Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Tawangsari Sepanjang. Ia juga pernah berguru kepada Syekh R Muhammad Kholil dari Bangkalan Madura dan KH M Hasyim Asy'ari, pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang.

Tak puas hanya belajar di pesantren-pesantren tersebut, pada usia sekitar 27 tahun, pemuda Abdul Wahab pergi ke Makkah untuk menuntut ilmu. Di Tanah Suci itu, ia mukim selama lima tahun dan belajar pada Syekh Mahfudz At-Tirmasi (Termas, Pacitan) dan Syekh Al-Yamani. Setelah pulang ke Tanah Air, ia langsung diterima oleh umat Islam dan para ulama dengan penuh kebanggaan.

Tashwirul Afkar

Di kalangan pesantren, sosok KH Abdul Wahab Hasbullah dikenal sebagai seorang ulama yang berpandangan modern. Ia selalu menekankan pentingnya kebebasan dalam keberagaman, terutama kebebasan berpikir dan berpendapat di kalangan umat Islam Indonesia.

Untuk itu, ia mendirikan surat kabar, yaitu Harian Umum Soeara Nahdlatul Oelama atau juga dikenal dengan Soeara NO dan Berita Nahdlatul Ulama.

Kiai Wahab juga membentuk kelompok diskusi antarulama, baik di lingkungan NU, Muhammadiyah, dan organisasi Islam lainnya, pada 1914 di Surabaya. Kelompok diskusi bentukan Kiai Wahab ini diberi nama Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran).

Mula-mula kelompok ini mengadakan kegiatan dengan peserta yang terbatas. Tetapi, berkat prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat yang diterapkan dan topik-topik yang dibicarakan mempunyai jangkauan kemasyarakatan yang luas, dalam waktu singkat kelompok ini menjadi sangat populer dan menarik perhatian di kalangan pemuda. Banyak tokoh Islam dari berbagai kalangan bertemu dalam forum itu untuk memperdebatkan dan memecahkan permasalahan pelik yang dianggap penting.

Tashwirul Afkar tidak hanya menghimpun kaum ulama pesantren. Ia juga menjadi ajang komunikasi dan forum saling tukar informasi antartokoh nasional sekaligus jembatan bagi komunikasi antara generasi muda dan generasi tua. Dari posnya di Surabaya, kelompok ini menjalar hampir ke seluruh kota di Jawa Timur. Bahkan, gaungnya sampai ke daerah-daerah lain di seluruh Jawa.

   

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement