REPUBLIKA.CO.ID, Sultan Alp Arslan kemudian shalat sambil menangis. Ia mengharapkan agar semua anggota pasukannya juga menangis supaya mereka bisa lebih mudah mendekatkan diri kepada Allah. Tak henti-hentinya Sultan terus berdoa bersama mereka.
Ia lalu berkata kepada mereka, ''Siapa yang menginginkan untuk melarikan diri, dipersilakan. Yang menyuruh untuk berperang atau melarangnya bukanlah Sultan.'' Dia lalu mengikat ekor kudanya dan semua anggota pasukannya juga melakukan hal yang sama.
Sambil memakai pakaian yang berwarna putih, dia berkata, ''Kalau seandainya aku terbunuh, maka itu adalah merupakan ajalku.''
Pada pertempuran tersebut pasukan Romawi mengalami kekalahan dan pemimpinnya berhasil ditawan. Kaisar Romanus kemudian meminta Sultan Alp Arslan agar menjadikannya sebagai wakil.
Bahkan, ia bersedia menebus dirinya dengan sejumlah uang. Sultan pun menerima permintaan yang diajukan oleh Kaisar Romawi tersebut, hanya saja Sultan mensyaratkan tiga hal.
Pertama, semua tawanan Islam yang berada di Kerajaan Romawi harus dibebaskan. Kedua, Kaisar Romawi harus sanggup mengirimkan pasukan kepada Sultan, kapan saja dia menginginkannya. Ketiga, Kaisar harus menebus dirinya dengan 1,5 juta dinar (koin emas).
Sultan menempatkan Kaisar tersebut di suatu kamp dan memberikan kebebasan kepadanya untuk tinggal bersama beberapa pasukannya. Kaisar Romawi mengirimkan 10 ribu dinar kepada Sultan.
Uang tersebut ia pergunakan untuk membiayai persiapan perang. Kaisar Romawi juga sanggup untuk melakukan perdamaian selama 50 tahun. Dengan dikawal pasukan, Sultan mengirimkan Kaisar Romanus pulang ke negaranya.
Tragisnya, Kaisar Romanus justru menghadapi kudeta yang dilakukan John Doucas, rival politiknya. Istri Kaisar Romanus dipaksa masuk biara, sementara ia dipenjara di Sicilia. Setelah berjanji untuk tidak mengklaim kembali takhtanya dari Kaisar Michael VII Doucas, Romanus justru dibutakan pada 29 Juni 1072, dan meninggal tak lama sesudahnya karena infeksi yang parah akibat pembutaan matanya.
Pada 1084 M, Kesultanan Seljuk menaklukkan Antiokhia (Turki) dan pada 1092 Kota Nicea.