Selasa 19 Jun 2012 21:32 WIB

Sultan Alp Arslan, Pemimpin yang Cinta Rakyat (2)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Sultan Alp Arslan (ilustrasi).
Foto: yenile.org
Sultan Alp Arslan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Suatu hari, Sultan Alp Arslan menerima beberapa pegawainya yang mengadukan kesalahan yang telah dilakukan oleh salah seorang menterinya.

Sang Sultan menindaklanjuti laporan itu dengan tabayyun. Ia memanggil sang menteri yang dilaporkan telah melakukan kesalahan tersebut.

Ia lalu berkata, ''Perhatikanlah! Jika berita yang sampai kepadaku itu benar, maka perbaikilah akhlak dan tingkah lakumu. Kalau sebaliknya, maka maafkanlah mereka.'' Berkat sikapnya yang tegas dan bijaksana, para pegawai bawahannya tidak berani berbuat zalim kepada siapa pun.

Selama memerintah Kekhalifahan Seljuk, Alp Arslan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga kawasan Asia Barat dan Turkistan yang merupakan tanah kelahiran leluhurnya. Didukung bala tentara yang kuat, ia kemudian menuju ke tepi Sungai Oxus untuk menaklukan wilayah Turkistan. Namun, di tengah perjalanan, pasukan yang dipimpinnya mendapatkan perlawanan hebat dari Gubernur Khawarizmi, Yussuf Al-Harezmi.

Guna mempertahankan wilayah kekuasaannya, dengan penuh keberanian sang gubernur menarik pisau belatinya dan kemudian menancapkannya tepat ke bagian dada penguasa Seljuk itu. Akibat luka yang dideritanya, Alp Arslan meninggal dunia empat hari kemudian, tepatnya pada 25 November 1072 M, pada usia 42 tahun.

Jenazahnya kemudian dibawa ke Merv, Khurasan (saat ini Turkmenistan) untuk dimakamkan di samping makam ayahnya, Chagri Begh. Di atas batu nisannya tertulis: ''Wahai orang-orang yang melihat kemegahan langit yang tinggi dari Alp Arslan, lihatlah! Dia berada di bawah tanah hitam sekarang...''

Ketika ia terbaring dalam keadaan sekarat, Alp Arslan berbisik kepada putranya bahwa kesombongan telah membunuhnya. Ia berujar, ''Dikelilingi oleh banyak prajurit yang memang dikhususkan untuk menjagaku siang dan malam, telah membuat keberanian menghalangi akal sehatku.''

''Aku lupa terhadap peringatan-peringatan yang ada, dan di sini sekarang aku berbaring, dalam keadaan kesakitan dan sekarat. Ingatlah ini sebagai sebuah pelajaran yang berharga, dan jangan biarkan kesombongan memperdayaimu!''

Untuk mengenang kepemimpinannya, pemerintah Turki mengabadikan namanya sebagai nama bulan dalam penanggalan Turki selama periode 2002 sampai Juli 2008.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement