REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS – Arab Saudi akan menggaji pemberontak Tentara Pembebasan Suriah (FSA). Pemberian gaji ini untuk mendorong pembelotan massal terhadap kepemimpinan Bashar Al-Assad.
Menurut surat kabar Inggris, Guardian, Sabtu (23/6), pembayaran akan dilakukan dengan mata uang dolar AS atau euro.
Ide ini sebenarnya sudah diusulkan Arab Saudi sejak bulan Mei. Pejabat Arab Saudi juga sudah membicarakan hal tersebut dengan Amerika Serikat. Namun demikian, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arab Saudi tidak berkomentar mengenai hal itu. Topik tersebut kemungkinan akan dibahas pada pertemuan dengan Dewan Uni Eropa dan negara-negara teluk pada Senin (25/6) mendatang.
Guardian juga mengklaim bahwa Turki mengizinkan pembentukan pusat komando di Istanbul guna mengkoordinasikan pasokan senjata kepada pejuang pemberontak Suriah. Diperkirakan, pusat komando itu terdiri dari 20 staf berkewarganegaraan Suriah.
Laporan ini muncul di tengah memburuknya hubungan Turki dengan Suriah. Sebelumnya, Suriah mengkonfirmasi telah menembak jatuh jet temput Turki. Menurut pemerintahan Suriah, jet tempur Turki telah melanggar wilayah udara Suriah. Turki kemungkinan akan mengirim senjata untuk menjaga perbatasan.
Guardian mengatakan wartawannya melihat senjata dibawa dari Turki ke perbatasan Suriah pada awal Juni. Menurut laporan itu, Turki telah memberi lampu hijau untuk mendirikan sebuah pusat komando di Istanbul untuk berkoordinasi dengan para pemimpin oposisi Suriah.
Pada Jumat (23/6) lalu, Turki membantah tuduhan New York Time bahwa Turki mengirim senjata kepada para pemberontak Suriah. "Turki tidak mengirim senjata ke negara tetangga manapun, termasuk Suriah," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Turki, Selcuk Unal.
Hubungan kedua negara semakin memburuk setelah Perdana Menteri Turki, Recep Tayep Erdogan, mengutuk kekerasan yang dilakukan Assad. Turki hingga saat ini menampung 30 ribu pengungsi asal Suriah yang kini tinggal di kamp-kamp dekat perbatasan.