REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Perdana Menteri Bidang Energi Republik Irak, Hussain Ibrahim Saleh Al-Shahristani, mengundang Indonesia untuk mengirimkan tenaga professional. Undangan yang disampaikan kepada Wakil Presiden Boediono itu didasarkan pada banyaknya kebutuhan di negara itu untuk tenaga profesional.
Juru bicara wakil presiden, Yopie Hidayat, mengatakan tenaga profesional yang dibutuhkan, antara lain di bidang konstruksi dan jasa. Apalagi, Irak sedang gencar melakukan pembangunan, seperti di bidang energi. “Karena, proyek itu intinya membangun, tetapi untuk menyuplai proyek itu membutuhkan berbagai jasa pendukung, seperti jasa keuangan, logistik,” katanya, Senin (25/6).
Menurut Deputi PM Irak, lanjut Yopie, Indonesia seharusnya menjadi negara yang paling berpeluang untuk bisa masuk dalam bidang tersebut. Artinya, pembangunan yang dilakukan Irak juga membutuhkan jasa pendukung yang jauh lebih banyak.
Dalam pertemuan selama 30 menit itu, Deputi PM Irak menegaskan kondisi di Irak sudah jauh lebih baik. Namun, diakui kedua negara ada sejumlah kendala yang bisa menghambat proses tersebut. Deputi PM Irak menyebutkan salah satunya hambatan adalah proses visa. Kedua negara sedang membicarakannya agar bisa diselesaikan, termasuk untuk visa dinas dan diplomatik.
“Wapres langsung meminta Wakil Menteri Luar Negeri untuk menindaklanjuti permintaan itu dan sekarang ini mulai dibicarakan kemudahan untuk memperoleh visa,” katanya. Sementara itu, kerja sama di bidang energi, Wapres meminta Menteri ESDM, Jero Wacik untuk membicarakannya lebih lanjut, termasuk serangkaian penandatanganan MoU dengan Pertamina.
Wapres juga meminta agar Wakil Menteri BUMN untuk menindaklanjuti peluang Irak sebagai rekanan di beberapa perusahaan. Namun, sejumlah perusahaan sudah mulai melakukan langkah pertama, seperti PT Pertamina dan BUMN konstruksi, PT Wijaya Karya. Artinya, peluang kerja sama kedua negara masih terbuka lebar.