REPUBLIKA.CO.ID, Mengutip Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, setiap negara beserta organisasi-organisasinya membuat program untuk memasyarakatkan olahraga sesuai dengan kebutuhan dan pemahaman tradisi, budaya, dan agamanya sendiri.
Lingkungannya bisa bersifat kesukuan, regional, nasional, atau bahkan dunia. Kedua sumber asas hukum Islam, Alquran dan sunah, telah meletakkan dasar dan filosofi moral yang baik untuk mengarahkan kegiatan olahraga dan rekreasi.
Kehadiran penjajah Eropa memengaruhi implementasi olahraga. Olahraga menekankan senam, gerak badan massa, dan latihan tentara. Olahraga tidak hanya merupakan mata pelajaran di sekolah, tetapi kegiatan sukarela setelah jam sekolah. Model pendidikan jasmani Prancis dan Inggris diterapkan di sekolah.
Pendidikan jasmani tidak dimasukkan sebagai mata ujian yang disyaratkan. Oleh karena itu, siswa, orang tua, dan guru tidak banyak memberikan perhatian pada pelajaran pendidikan jasmani. Dalam kurun 10 hingga 20 tahun yang lalu, kebugaran dan keterampilan permainan dimasukkan ke dalam program yang nyaris tak ada olah jasmaninya.
Titik berat diberikan pada program kegiatan lokal yang seimbang, olahraga perseorangan dan beregu, olah raga air, dan senam. Di banyak negara Muslim, pengaruh Inggris berkurang setelah kemerdekaan. Namun, metode Eropa dan Amerika diperkenalkan. Beragam program pendidikan jasmani menggantikan program sebelumnya yang lebih terbatas.
Animo tinggi masyarakat Muslim terhadap olahraga pun mendorong munculnya federasi, klub olahraga pencari bakat, dan organisasi-organsasi pelatihan ataupun lembaga yang menaruh perhatian terhadap olahraga. Di sebagian negara, yang mendanai, mengorganisasi, dan mengelola klub tersebut adalah pemerintah pusat.
Lima negara Muslim bekas Uni Soviet yang baru merdeka menekan kan peran permainan, rekreasi, dan olahraga sebagai bagian dari budaya dan jalan hidup mereka. Rakyat didorong berlatih dan berolahraga. Pusat-pusat Islam di Amerika Utara mendukung konsep kelompok muda Muslim.
Selama bertahun-tahun, negara-negara Muslim mengikuti pesta olahraga Olimpiade, dan secara individual banyak yang unggul dalam olahraga seperti angkat berat dan lari. Gerakan olahraga di negara-negara Muslim juga berkembang. Dalam mempromosikan olahraga pria dan wanita di tingkat universitas, setidaknya ada 13 negara Islam mempunyai lembaga pendidikan jasmani dan olahraga wanita.
Lembaga ini dijumpai antara lain di Aljazair, Mesir, Irak, Iran, Maroko, Suriah, Tunisia, dan Turki. Keikutsertaan kaum Hawa ini tak lepas dari tumbuhnya gerakan feminis, meluasnya pendidikan, dan kian banyaknya wanita yang bekerja di ruang publik. Meski demikian, partisipasi wanita Muslim dalam olahraga kompetitif masih kecil.
Leila Safeir, seorang sosiolog, menulis bahwa atlet wanita dari Aljazair, Libya, dan Suriah ikut dalam Olimpiade 1980. Pada 1984, Mesir mengirimkan enam atlet wanita ke Olimpiade. Di kancah dunia memang masih tergolong sedikit, tetapi di tingkat regional, seperti pesta olahraga Afrika, Asia, Arab atau Laut Tengah, jumlah peserta wanita yang dikirim relatif banyak.