REPUBLIKA.CO.ID, Jason Mraz membalut seluruh setlist pada konsernya malam itu dengan cerita masing masing. Pria kelahiran Mechanicsville, Virginia, 23 Juni 1977, itu memang sangat artikulatif, lihat saja lirik lagu-lagunya.
Malam itu, 22 Juni 2012—sehari sebelum ia genap berusia 35 tahun—konsernya di Lapangan D, Senayan, Jakarta, dipadati ribuan penggemarnya. Fan Base Jason di Jakarta juga sudah menyiapkan lagu Panjang Umurnya untuk dinyanyikan bareng penonton lain, beberapa jam sebelum hari jadi idolanya. Rata-rata yang datang hafal lirik-lirik lagu Jason sejak hit single pertamanya, The Remedy (I Wont Worry) yang rilis pada 2002 sampai I Won’t Give Up yang dirilis tahun ini.
Banyak bapak-bapak dan ibu-ibu menemani anak-anak mereka menonton konser, apalagi memang bertepatan dengan liburan sekolah. Di antara penggemar Jason yang hadir di konser terselip remaja berusia belasan tahun. Meski banyak juga penggemarnya yang sudah berstatus bapak atau ibu. Usia bukan penghalang untuk menikmati musik pop rock alternatif besutan Jason Mraz yang tampil dengan full bandnya.
Everything is Sound memulai konser yang digelar di lapangan tanah dengan langit bertabur bintang. Mari bernyanyi agar bahagia, supaya dapat merasa, untuk berkomunikasi atau agar dapat didengar. Bernyanyilah untuk memprotes atau untuk melindungi, agar harmoni bersama burung. Tak peduli ini hari jadimu atau hari menjelang kematianmu. Begitu kira-kira terjemahan bebas dari sepenggal lirik lagu ini. Yang membuat penonton bersenandung.
Di samping standing mic Jason, terletak kursi bulat yang digunakannya untuk menaruh mug berisi teh hangat. Terlihat dari label teh yang menjuntai keluar gelas. Sedangkan, panggung hanya dibalut kain hitam dan tata lampu yang tak mengecewakan.
Freedom menjadi lagu berikutnya yang dibawakannya dengan berganti-ganti gitar akustik. Dengan gayanya yang kocak, ia secara dadakan membuat lagu selamat ulang tahun buat Kota Jakarta.
Lagu dadakan itu menjadi intro Only Human yang diambil dari album We Sing We Dance We Steal Things. Di sela-sela lagu masih diselingi joke yang dilontarkannya buat penggemar. Sementara, lagu Be Honest menyusul dengan akustik solo di bagian awal lagu.
Langit malam Jakarta yang berpolusi tampak terselubung lapisan merah dan balon zeppelin sponsor wira-wiri selama konser. Hitnya yang lain susul-menyusul dibawakan. Lucky yang sampai sekarang ada di daftar lagu paling sering dinyanyikan di ruang karaoke dibawakannya lebih lambat dari versi asli.
Lagu ini dibawakan dengan gitar akustik dipadu dengan biola serta duet dengan salah satu personel band perempuan. Jelas penonton hafal di luar kepala lirik lagu ini yang aslinya dibawakan duet dengan Colbie Caillat. Pada Java Jazz Festival (JJF) 2009, Jason sempat membawakan Lucky dengan Dira Sugandhi.
Saat konferensi pers sehari sebelum konser, Jason memang menjanjikan pada setiap pertunjukannya ia akan membawakan sesuatu yang berbeda. Pertunjukan pertamanya di Indonesia digelar sebagai bagian dalam JJF 2009. Sedangkan, konsernya di Bali pada akhir 2011 lebih kental de ngan nuansa akustik.
Kemarin ia tampil dengan full band dan suasana yang santai, di ruang terbuka, dan tak diburu-buru penampil lain. Meski setlist untuk konsernya di Jakarta sama dengan di negara Asia yang lain, konsernya di sini sekitar 30 menit lebih lama dibanding dengan show-nya di Kuala Lumpur beberapa hari sebelumnya.
Pria yang khas dengan topi fedora itu sangat komunikatif di sela-sela setlist-nya. Ia nyaris tak beristirahat selama konser yang total nyaris dua setengah jam itu.
Konser berlanjut dengan Make it Mine, tiga peniup terompet maju untuk menampilkan interpretasi lagu ini dalam versi live. Disambung dengan The Woman I Love, yang diawal lagu ia bilang, ia bernyanyi soal cinta bukan karena ia tahu banyak. Tapi, justru karena ia cuma tahu sedikit.
Lagu-lagunya memang romantis, membuat banyak perempuan menjadi penggemar setia sejak awal kariernya. Tapi, menurutnya, itu karena perempuan memang sensitif secara natural. Cowok cowok yang menghargai karyanya pun banyak, terbukti dari yang hadir dan hafal lagu-lagunya malam itu. “For the guys, thanks for operating at the same frequency,” katanya dari atas panggung. Lagu Beautiful Mess dibawakan dengan eksplorasi lebih dalam pada setiap instrumen utama yang terlibat. Gitar, drum, saksofon, biola, dan piano.
Dengan musik bertempo lambat mengayun membuat pesan lagu ini lebih terasa. Lagu yang bercerita soal perempuan yang kadang bertingkah konyol dan lupa akan kualitas mereka sebenarnya. Saat membawakan cover Ain’t No Sunshine, ia berhasil memancing tawa dengan keluar panggung dengan mengendap-endap. Lagu Frank D Fixer dari album terakhirnya, Love is Four Letter Word, menyusul selanjutnya.
Ini adalah lagu soal kakeknya, Frank Mraz, yang punya bengkel reparasi barang-barang. Sang kakek menyebut diri Frank D Fixer. “Masa itu kita bisa memperbaiki barang agar bisa menggunakannya lagi. Masa di mana konsumsi dilakukan ber dasarkan kebutuhan,” ucapnya pada sebuah wa wancara.
Setiap kali ulang tahun ia selalu menulis lagu. “Kadang bagus, kadang nggak,” ujarnya terkekeh. Salah satunya malam itu, Mr Curiosity, diba wakannya dengan solo keyboard dan dinyanyikan bergaya opera.
Waktu kian sempit hingga akhirnya ia membawakan hit lawasnya, I’m Yours, dan mereka pun pamit ke balik layar. Tak mungkin penonton membiarkan Jason selesai begitu saja tanpa encore. Penonton masih bersemangat dan kompak minta tambah lagi.
Ia kembali dengan ekspresi jahil dan ceria meski langsung khusyuk saat membawakan intro Bella Luna. Petikan gitar dengan musik ala Spanyol terdengar nyaring, dinamis, tetapi membuai. Sengaja rupanya ia menutup konser dengan lagu-lagu ber tempo lambat. Dan, That Was It, I Won’t Give Up menjadi penutup yang manis dan pastinya penuh cinta.