Ahad 01 Jul 2012 23:00 WIB

Partai Islam Mau Kemana? (II)

Bendera Partai Keadilan Sejahtera
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Bendera Partai Keadilan Sejahtera

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Muhammad Subarkah (wartawan Republika)

Bagi kalangan pemimpin umat Islam, hasil survei itu jelas terasa memilukan meski banyak di antara mereka menyatakan bisa memakluminya. Mengapa sampai seperti itu? Jawaban mereka tampaknya senada, situasi ini terjadi karena publik sampai sekarang masih tetap belum merasakan kiprah yang berarti dari politisi partai yang berasal dari partai Islam atau partai berbasis massa Islam. Alhasil, perolehan suara partai Islam yang cukup besar seperti pada Pemilu 1955 hanya bisa menjadi kenangan yang tidak bisa diwujudkan.

Dan, bila mengkaji sejarah, impian akan kemenangan  Partai Islam di pemilu memang selalu lestari dalam lipatan ingatan. Semua orang pun tahu bahwa pada Pemilu 1955 partai Islam hampir saja keluar menjadi pemenang pemilu atau menjadi kekuatan mayoritas di parlemen. Kala itu perolehan suara yang berhasil dikumpulkan bila digabungkan sangatlah mencengangkan, mencapai 43,9 persen dari total suara yang sah.

Namun, meski sudah lewat lebih dari enam dasawarsa, ternyata perolehan suara itu merupakan hasil tertinggi yang bisa diperoleh oleh para partai Islam hingga masa kini. Di masa awal Orde  Baru, yakni pada Pemilu 1971 yang diikuti oleh empat partai Islam, saat itu PPP sebagai satu-satunya wakil partai Islam, hanya berhasil mengumpulkan suara 27,1 persen. Hal ini terus terjadi pada masa pemilu-pemilu berikutnya, yakni Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, hingga 1997. Selama kurun waktu itu, perolehan suara partai Islam, yang diwakili PPP tak bisa beranjak lebih banyak di atas angka 30 persen.

Situasi yang sama juga terjadi pascajatuhnya rezim Orde Baru atau hadirnya era yang dikenal sebagai Orde Reformasi itu. Pada Pemilu 1999, total suara partai Islam seperti PKB, PAN, PPP, Partai Keadilan, dan PKNU pun hanya mencapai 36,8 persen atau masih jauh di bawah perolehan suara partai Islam di Pemilu 1955 itu. Sedangkan pada Pemilu 2004 perolehan suara mencapai 38,1 persen. Celakanya, pada Pemilu 2009 perolehan suara mereka pun meluncur kembali seperti masa Orde Baru, yakni kembali ke bawah angka 30 persen, yang hanya mencapai 29, 30 persen.

Munculnya situasi itu, berulang-ulang menjadi perhatian mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Muzadi. Dalam berbagai kesempatan pidatonya di banyak forum diskusi ataupun pengajian, dia sudah berkali-kali memprediksi bila perolehan suara partai-partai Islam terancam menurun pada Pemilu 2014.  "Suara partai-partai Islam grafiknya cenderung naik di depan dan turun di belakang," kata Hasyim ketika menyatakan kegelisahannya mengenai penurunan suara partai politik Islam.

Dari pandangan Hasyim, paling tidak ada empat hal yang menjadi penyebab melorotnya perolehan suara partai-partai Islam. Pertama, partai-partai Islam belum berhasil mengimplementasikan cara berpolitik secara Islam. Ini karena partai Islam di Indonesia kesulitan menempatkan posisinya dengan situasi politik yang memang selalu cenderung berujung pada memperjuangkan sisi kepentingan (sekuler). “Ini berakibat partai Islam pun secara perlahan-lahan cenderung menjadi partai sekuler,” ujarnya.

Faktor kedua adalah terjadinya pergesaran sikap dari publik Indonesia akibat meluasnya jaringan media massa dan televisi. Imbasnya, aspek spiritual tidak bisa lagi menjadi objek jualan dari partai Islam. Sedangkan faktor ketiga adalah adanya kenyataan terjadinya kesenjangan antara pendukung dan partai Islam yang didukungnya. Dan, faktor keempat adalah tersebarnya orang Islam di seluruh partai politik yang ada.

Terus tergerusnya kepercayaan pemilih terhadap partai Islam, menurut Hasyim, yang paling mencolok itu terlihat karena ketiadaan keteladanan dari politisi partai tersebut. Mereka masih menjadikan politik sebagai ajang mencari hidup bukan untuk memberikan kehidupan. Istilahnya mereka sibuk mencari pendapatan bukan memperjuangkan ‘pendapatnya’.

Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP), M Romahurmuziy, ketika diminta pendapatnya mengenai hasil survei SSS itu mengatakan memberikan perhatian khusus kepada hasil survei itu. Bahkan, dia berjanji akan menjadikan survei itu sebagai masukan untuk melakukan evaluasi sekaligus menjadi ajang introspeksi.

"Bagi PPP, survei elektabilitas partai politik ibarat termometer yang menakar suhu keterpilihan pada saat dilakukan sampling. Atas hasil survei belakangan ini, PPP tentu akan menjadikannya sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan diri ke depan," kata Romahurmuziy.

Politikus senior Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Efendy Choirie, secara gamblang juga merasakan adanya kecenderungan perolehan suara partai Islam ataupun partai berbasis massa Islam. Dia pun mengaku posisi partai Islam dalam Pemilu 2014 memang dalam keadaaan berbahaya. Kecenderungan ini, lanjutnya, memang terasa merata di berbagai partai tersebut.

“Saya memang merasakan adanya ancaman itu. Partai Islam banyak yang tidak solid. Ada yang sampai kini sibuk konflik dan ada pula yang masih menggantungkan pendukungnya dari kalangan generasi tua. Masuk akal bila nanti menurun perolehan suaranya,” kata Efendy.

sumber : teraju
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement