REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Media nasional Myanmar, Senin (2/7) melaporkan, tiga puluh tersangka ditahan oleh pihak berwenang Myanmar terkait pembunuhan 10 warga Muslim Benggala. Peristiwa itulah yang menyebabkan kerusuhan berdarah di Negara Bagian Rakhine, Myanmar Barat.
Dengan mengutip hasil penyelidikan yang dilakukan oleh tim penyelidik dengan 16-anggota yang dipimpin oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Brigadir Jenderal Kyaw Zan Myint, media The New Light of Myanmar, seperti dilansir Xinhua, mengatakan penangkapan 30 tersangka tersebut dilakukan sesuai dengan hukum. Sepuluh warga Muslim terbunuh di dalam bus penumpang oleh massa di Taunggup, 3 Juni.
Laporan menyebutkan 19 dari 24 tersangka telah ditahan oleh polisi setempat terkait penyerbuan ke Kantor Polisi Sittway pada 3 Juni. Sebelum terjadi pembunuhan 10 warga Muslim Benggala, seorang wanita etnis Rakhine, Ma Thida Htway (27), diperkosa dan dibunuh oleh tiga warga Benggala di Desa Kyauknimaw, kota Yanbye, pada 28 Mei.
Ketiga warga tersebut ditahan pada 29 Mei namun satu dari mereka melakukan bunuh diri pada 9 Juni, ketika mereka ditahan di penjara Kyaukpyu. Sedangkan dua yang lain dikenai hukuman mati di Pengadilan Kota Kyaukpyu pada 18 Juni.
Menurut pejabat setempat, jumlah korban kerusuhan di Negara Bagian Rakhine naik menjadi 78 hingga 24 Juni, sementara 3.158 rumah penduduk hancur terbakar dan terjadi 97 kali penyerangan. Sekitar 52.000 warga meninggalkan kota yang dilanda kerusuhan itu. Selama dua pekan terakhir, sejumlah warga kembali ke desa mereka di negara bagian itu setelah pemerintah menyatakan telah mengembalikan stabilitas dan perdamaian di wilayah itu.
Sejak 10 Juni, keadaan darurat dan jam malam diberlakukan atas enam kota kecil termasuk Maungtaw dan Sittiway. Rangkaian insiden berdarah telah memicu kerusuhan besar, yang berawal di Kota Maungtaw, di Negara Bagian Rakhine pada 8 Juni.