REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Seniman muda dari Banjar Angabaya Kelurahan Penatih, Denpasar Timur, melakukan inovasi tarian tradisional topeng menjadi lebih kreatif dan hidup. Inovasi ini dilakukannya tanpa menghilangkan kaidah tarian khas Bali yang dipentaskan pada Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-34.
"Tari topeng tradisional biasanya tidak bersuara, tetapi kami melakukan inovasi dengan adanya suara melalui dialog dan nyanyian," kata Koordinator Sanggar Topeng Panca Kanda Eka Suara Murti, Made Kembar Suardika di Denpasar, kemarin.
Dia mengatakan bahwa inovasi itu dilakukan untuk membuat tarian topeng lebih menarik sehingga penonton tidak jenuh. Hal itu juga sekaligus menumbuhkan semangat apreasiasi budaya kepada generasi muda untuk mencintai seni tradisional yang kini nyaris ditinggalkan.
Pementasan yang digelar di Kalangan Angsoka, ratusan penonton dihibur dengan kemunculan empat penari topeng laki-laki yang tampil satu per satu. Penampilan pertama diawali datangnya seorang penari dengan gerakan yang lucu dan membawa kipas tangan, sehingga mengundang tawa penonton.
Disusul kemudian dengan penampilan sosok kakek tua yang digambarkan memiliki karakter bijak dengan gerakan renta, sembari menghampiri penonton sebagai bagian mendekatkan diri. Penampilan penari topeng itu juga sekaligus sebagai media kritik sosial melalui pementasan "bondres" atau lawakan khas Bali yang mengetengahkan kehidupan masyarakat sehari-hari.
Pesan moral yang ingin disampaikan selama satu jam pementasan itu yakni adanya kehidupan sesuai dengan nilai luhur Bali yakni "paras-paros" atau dinamika kehidupan dalam kebersamaan. Biasanya tarian topeng tradisional jauh berbeda dengan penampilan yang dibawakan sanggar tersebut, yakni sang penari topeng bergerak cenderung statis dan diam dengan mimik yang kaku dan polos.