Senin 09 Jul 2012 10:31 WIB

Warga Pakistan Tolak Pembukaan Rute Pasokan NATO

Rep: Gita Amanda/ Red: Dewi Mardiani
Tentara Pakistan mengangkut suplai logistik di kawasan pegunungan dengan ketinggian 2400 meter dekat perbatasan dengan India.   (Foto file).
Foto: Anja Niedringhaus/AP
Tentara Pakistan mengangkut suplai logistik di kawasan pegunungan dengan ketinggian 2400 meter dekat perbatasan dengan India. (Foto file).

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Ribuan warga Pakistan menyelenggarakan long march dari timur Lahore ke Islamabad. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memprotes keputusan pemerintah untuk membuka kembali rute pasokan logistik untuk pasukan pimpinan Amerika Serikat (AS) dan NATO.

Demonstrasi yang dimulai Ahad (8/7) lalu diselenggarakan oleh Dewan Pertahanan Pakistan, Defense of Pakistan Council (DPC). DPC adalah sebuah aliansi 40 kelompok agama dan partai politik di Pakistan.

Islamabad telah menutup penyeberangan perbatasan untuk NATO pada November 2011 lalu. Setelah serangan aliansi militer pimpinan AS menewaskan 24 tentara Pakistan di dua pos pemeriksaan di perbatasan Afghanistan.

Pada Rabu (4/7) lalu, Islamabad menyetujui pembukaan kembali jalur penyeberangan perbatasan. Setelah sebelumnya Menlu AS Hillary Clinton menyatakan penyesalannya dan meminta maaf atas insiden yang merugikan militer Pakistan.

Kontan saja rencana pemerintah Pakistan mendapat penolakan sejumlah besar pihak. Ribuan aktivis DPC dan demonstran lainnya dari seluruh Pakistan ikut turun dalam konvoi Ahad lalu. "Sekitar 25 ribu orang turun ke jalan untuk mengikuti konvoi penolakan rencana tersebut. Sekitar 3.000 orang bertugas mengamankan konvoi," ujar penyelenggara, seperti dilansir AFP.

Pakistan telah menjadi rute pasokan logistik utama untuk pasukan NATO pimpinan AS di Afganistan. Bulan lalu, NATO telah mencapai kesepakatan dengan Uzbekistan dan Kyrgyzstan. Kesepakatan tersebut berisi kemungkinan kendaraan dan peralatan aliansi militer Barat melewati wilayah perbatasan mereka dari Afghanistan.

Sebelumnya NATO telah membuat kesepakatan dengan Rusia untuk rute keluar dari Afghanistan. Kesepakatan tersebut memungkinkan aliansi mengirim puluhan ribu kendaraan dan perlengkapan meninggalkan Afghanistan ke Eropa, akhir tahun ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement