REPUBLIKA.CO.ID, Catatan tentang pesatnya perkembangan ilmu di Damaskus juga digambarkan seorang penjelajah Muslim lainnya, Ibnu Jubair.
Saat bertandang ke kota itu pada tahun 1184, dia menyaksikan begitu banyak fasilitas bagi pelajar asing dan pengunjung di Masjid Umayyah. Tak heran, bila Ibnu Jubair mendorong para pelajar dan mahasiswa dari Spanyol untuk pergi menimba ilmu ke Timur.
“Setiap orang di Barat yang ingin meraih sukses datang ke kota ini (Damaskus) untuk belajar. Sebab, fasilitas dan bantuan di sini begitu melimpah. Para pelajar yang menimba ilmu di sini tak pernah khawatir kekurangan makanan dan tempat bernaung,” papar Ibnu Jubair dalam catatan perjalanannya.
Pelopor universitas modern pertama di Damaskus dibangun penguasa Seljuk, Nizam Al-Mulk. Sepeninggal Nizam, bermunculan madrasah atau universitas di seantero kota itu pada abad pertengahan.
Menurut Tawtah, ketika itu di Damaskus berdiri 73 perguruan tinggi, 41 universitas di Yerusalem, 40 universitas di Baghdad, 14 perguruan tinggi di Aleppo, 13 universitas di Tripoli, serta 74 perguruan tinggi di Kairo.
Namun, ada pula yang menyebutkan jumlah perguruan tinggi di Damaskus pada era kejayaan Islam mencapai 150 buah. Menurut Ibnu Jubair, madrasah yang paling favorit serta terbaik di dunia saat itu adalah Al-Nuriyyah Al-Kubra berada di Damaskus. Perguruan tinggi itu didirikan Khalifah Nur Al-Din.
Selain itu, Ibnu Jubair juga mencatat di kota itu berdiri sebuah rumah sakit tua dan sebuah rumah sakit baru. Rumah sakit yang dibangun umat Islam pertama adalah RS Al-Nuri yang dibangun pada tahun 706 M oleh Khalifah Al-Walid Ibn Abd Al-Malik dari Dinasti Ummayah.
RS itu dilengkapi dengan peralatan paling modern dan tenaga dokter serta perawat yang profesional. Pada era itu, Damaskus tumbuh pesat sebagai salah kota penting yang dikuasai umat Islam.