REPUBLIKA.CO.ID,MANOKWARI--Kemajemukan merupakan perekat yang bisa menyatukan bangsa Indonesia. Namun jika tak dirawat, hal ini akan menyebabkan malapetaka.
"Konflik kerap dimulai dari hal-hal yang sepele," kata peneliti utama Lembaga Penelitian dan pengembangan Kehidupan Keagamaan kementerian Agama RI, Dr H Abdul Azis MA, saat menutup Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pemuka Agama Pusat dan Daerah di Propinsi Papua Barat, Jumat malam.
Salah satu cara merawat kemajemukan bangsa ini, katanya, adalah dengan melakukan dialog. Dengan saling berdiskusi, perbedaan dapat dijembatani dan potensi konflik bisa dicarikan jalan keluar. "Dialog dan diskusi ini dinilai penting sebagai langkah strategis untuk mencari formulasi efektif dalam mengelola kemajemukan," katanya.
Menurutnya, tiap-tiap daerah memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang dapat digali untuk menjadi jembatan persatuan. Ia mencontohkan slogan satu tungku tiga batu yang diyakini warga Papua Barat sebagai perekat. Di wilayah ini, pemeluk agama yang berbeda selalu hidup berdampingan dengan damai.
Dalam dialog ini, hadir enam perwakilan majelis agama, masing-masing dari Majelis Ulama Indonesia, Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Walubi, Parisada Hindu Dharma Indonesia, dan Majelis Tinggi Agama Khonghuchu Indonesia. Mereka bertemu dengan tokoh-tokoh agama dan adat Papua Barat serta melakukan kunjungan ke rumah-rumah ibadah di kota Manokwari.
Gubernur Papua Barat, Abram Octovianus Atururi saat membuka acara menyatakan, di Papua Barat toleransi antar pemeluk agama sangat kokoh. Konflik agama, katanya, tak pernah 'laku' di wilayah ini.
Menurutnya, adalah hal biasa penganut agama yang berbeda bekerja sama dalam berbagai kegiatan sosial dan keagamaan. "Salah satu contoh kerukunan antar umat beragama di masyarakat Papua Barat adalah pelaksanaan MTQ yang melibatkan kepanitiaan dari berbagai komponen masyarakat, termasuk dari agama berbeda," tutur Oktovianus Atururi.
Sementara itu, dalam sambutannya, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Papua Barat Yuliana Leon menyatakan, kebebasan beragama adalah potensi yang sangat baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun tanpa adanya wawasan multikultural, kebebasan beragama dapat menjadi titik rawan dalam persatuan dan kerukunan antar warga negara.