REPUBLIKA.CO.ID, Perbedaan utama antara Muslim di Spanyol secara umum dan Muslim di Andalusia adalah antara imigran dari negara Muslim dan Muslim dari orang yang berpindah agama (mualaf).
Muslim yang berpindah agama ini kebanyakan memiliki latar belakang Katolik, yaitu berasal dari penduduk asli Spanyol. Dan juga para pendatang dari negara-negara Barat yang mencari Islam dan toleransi sebagai simbol dari mitos Al-Andalus.
Sejak tahun 1980-an, kota-kota seperti Granada dan Cordoba—terutama lingkungan Muslim dan Yahudi—menjadi sebuah kutub yang menarik orang untuk berpindah agama. Komunitas Muslim baru dilihat secara lokal memang terlihat kecil.
Tapi komunitas ini terhubung dengan para mualaf di seluruh dunia yang berbagi pengetahuan dan pengalaman bersama bahkan dari guru yang sama. Di mana masyarakat Muslim (keturunan negara-negara Muslim) di Spanyol mengidentifikasi diri mereka sebagai sebuah etnik, sedangkan mualaf menyebut jati diri mereka sebagai cakrawala.
Namun, komunitas Muslim yang didominasi oleh keturunan Arab ini bersamaan dengan komunitas lainnya seperti Yahudi dan juga Hindu tidak diakui kewarganegaraannya sampai akhir tahun 1980-an. Lalu sesudah 1980-an keberadaan mereka sebagai warga negara Spanyol diakui.
Hal ini bermula pada awal abad ke-19. Partai Sosial yang berkuasa di Spanyol dan di bawah kekuasaan King Juan Carlos I kala itu mulai merespons terhadap pluralisme agama dan mereka mulai mengakui adanya perbedaan agama.
Dengan awal yang ragu-ragu, mereka mulai mengenali semua agama dengan notoro arragio (ada dalam nilai sekuler Spanyol), agama yang terlihat dan mengakar di Spanyol. Hal ini pun dipercaya menjadi stimulan masuknya imigran asal negara-negara lain, terutama negara Muslim ke Negeri Matador ini.
Pengakuan ini pun sangat terlihat saat perayaan Ramadhan tak asing bagi warga Spanyol. Meskipun hingga kini kenyataannya komunitas Muslim masih mengalami diskriminasi dan diasingkan oleh lingkungan dan institusi.