Kamis 19 Jul 2012 03:08 WIB

Mantap, Rumput Laut NTT Go International

Rumput Laut (ilustrasi)
Rumput Laut (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG---Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Nusa Tenggara Timur Nicolaus Bala Nuhan mengatakan, komoditas rumput laut di Indonesia termasuk di Nusa Tenggara Timur pernah menembus pasar internasional Filipina, ketika produksi di negara itu mengalami stagnasi.

"Pada 2010 komoditas ekspor rumput laut asal NTT cukup diminati konsumen pasar di Mandanao Filipina karena kualitasnya, untuk kebutuhan obat dan jenis kosmetik lainnya," katanya di Kupang, Rabu, terkait dengan keberadaan rumput laut di NTT dan dampak ekonomisnya bagi masyarakat setempat.

Ia mengatakan saat itu (2010) harga rumput laut di NTT juga mencapai puncak tertinggi yaitu Rp 22 ribu per kilogram dan kemudian setelah harga rumput laut internasional stabil, kembali merosot hingga Rp 3.500 per kg dan hingga saat ini sedikit mengalami kenaikan Rp 4.000 per kg.

Menurut dia, rumput laut dinilai memiliki peran penting dalam pergerakan kemajuan ekonomi nasional sebagai salah satu primadona ekspor yang mampu menciptakan lapangan kerja khususnya di bidang kelautan dan perikanan.

"Saat ini saja rumput laut jenis 'euchema cotoni' telah menjadikan Indonesia sebagai produsen utama dengan menguasai 50 persen produksi rumput laut di dunia. Dan merupakan hasil dari hilirisasi rumput laut dengan penerapan klaster bisnis," katanya.

Karena itu, mantan Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan NTT itu meminta semua pihak mendukung pemerintah dalam mengimplementasian "road map" yang sedang disusun dengan melakukan perluasan organisasinya hingga ke kabupaten/kota, terutama daerah penghasil rumput laut agar menjadi komoditas unggulannya.

Ia mengatakan, dengan potensi yang ada seharusnya Indonesia mampu menjadi produsen perikanan yang mampu mengambil porsi besar dalam pasar dunia.

Karena industri rumput laut memerlukan keterkaitan erat antara hulu (up stream) dan hilir (down stream), karena pada tingkat hulu (petani dan nelayan) memiliki keahlian dan kemauan berproduksi tetapi menghadapi keterbatasan dalam akses pasar dan teknologi, sementara pada tingkat hilir (pemilik pabrik) memiliki teknologi dan akses pasar namun membutuhkan jaminan suplai bahan baku.

Ia menjelaskan "model klaster bisnis" akan banyak membantu kelangsungan aktivitas petani rumput laut dan sekaligus industri pengolahannya sehingga diharapkan kemitraan dapat dibangun melalui komunikasi dan implementasi nyata diantara pemangku kepentingan secara sinergis dan saling menguntungkan.

"Dengan komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat/daerah sampai pelaku usaha utama, yakin bahwa target Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mencapai target produksi 10 juta ton pada 2014 akan dicapai," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement