Selasa 24 Jul 2012 14:20 WIB

Spekulan Ikut Mainkan Harga Kedelai

Harga kedelai yang mahal membuat pedagang tahu kerepotan. Tahu, ilustrasi.
Harga kedelai yang mahal membuat pedagang tahu kerepotan. Tahu, ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Rizal Edy Halim mensinyalir adanya spekulan yang ikut bermain dalam kenaikan harga kedelai akhir-akhir ini.

"Kemungkinan besar ada oknum yang memanfaatkan kondisi yang terjadi di Amerika Serikat," kata Rizal menanggapi kenaikan harga kedelai di pasar Indonesia, Selasa.

Menurut dia kondisi Amerika Serikat dipakai sebagai bentuk pembenaran untuk menaikkan harga kedelai, padahal apa yang dilakukan sebenarnya merugikan banyak orang, hal tersebut lanjutnya menjadi penyakit setiap saat di republik ini.

Untuk itu ia berharap pemerintah perlu memberi sanksi yang tegas bagi aksi-aksi spekulasi seperti ini. Ia menjelaskan kondisi di lapangan pasca turunnya pemerintah ke pasar-pasar ditemukan bahwa cadangan dan persediaan stok kedelai masih cukup tersedia.

Dikatakannya khusus untuk kedelai yang selama ini diimpor sejak 1982 dengan kebutuhan 2,5 juta ton per tahun, dimana 80 persen dipenuhi dengan impor karena kapasitas produksi dalam negeri terbatas.

Kedelai ini ujarnya sebagian besar dari AS, sementara harga komoditas kedelai pada bursa berjangka Chicago Board of Trade (CBOT) Amerika ditutup menguat mencapai posisi tertinggi selama 6 bulan terakhir.

Kenaikan tersebut katanya disebabkan oleh cuaca kering berkepanjangan yang mengganggu produksi kedelai dan mengkhawatirkan berkurangnya pasokan kedelai ke pasar. Dalam beberapa hari hujan sempat turun di beberapa bagian negara AS, Namun pusat prakiraan cuaca AS masih memprediksi kekeringan masih berlangsung hingga Oktober 2012.

"Indonesia memang terkena imbas akibat dinamika harga ini karena memang untuk kedelai selama ini kita selalu impor dan sebagian besar dari AS. Sementara persediaan kedelai dunia banyak diserap China sebagai konsumen importir kedelai terbesar dunia," katanya.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement