REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jaksa Agung Basrief Arief dan Menteri Luar Negeri Marty M. Natalegawa akan terus berkoordinasi terkait dengan Djoko Tjandra, buron BLBI yang juga terpidana kasus 'cessie' Bank Bali sebesar Rp 546 miliar yang kini menjadi warga negara Papua Nugini. "Kebetulan Menlu masih ada di luar negeri, nanti akan saya koordinasikan," kata Basrief di Jakarta, Jumat (27/7).
Selain itu, dia juga mengatakan bahwa pihaknya juga masih menunggu langkah yang telah dilakukan Wakil Jaksa Agung (Waja) Darmono yang melakukan pendekatan terhadap pemerintah PNG. "Itu masih kita tunggu," katanya.
Sebelumnya, Djoko Tjandra, buron BLBI yang juga terpidana kasus 'cessie' Bank Bali sebesar Rp 546 miliar yang kini menjadi warga negara Papua Nugini, sejak 2009 sudah masuk dalam daftar buronan Interpol, demikian Kepala Tim Pemburu Koruptor yang juga menjabat Wakil Jaksa Agung Darmono. "Sejak 2009 sudah jadi buronan Interpol," katanya.
Djoko Tjandra resmi menjadi warga negara PNG sejak Juni 2012 atau sesudah Djoko Tjandra dimasukkan dalam daftar buronan Interpol, namun oleh pemerintah negara tersebut pengusaha itu tetap diterima sebagai WN PNG.
Darmono menyebutkan pemerintah PNG baru diberitahukan posisi atau status hukum Djoko Tjandra itu belum lama. "Padahal orang itu (Djoko Tjandra) masuk ke PNG lebih lama dari info yang kita berikan," katanya.
Djoko Tjandra meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusumah di Jakarta ke Port Moresby pada tanggal 10 Juni 2009, hanya satu hari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya.
Djoko Tjandra yang kini berstatus buron Kejaksaan Agung adalah terpidana dua tahun perkara cessie Bank Bali. Selain hukuman badan, mantan Direktur Era Giat Prima itu juga harus membayar denda Rp15 juta serta dana di Bank Bali sebesar Rp 546.166.116.369,00 dirampas untuk negara.