REPUBLIKA.CO.ID, SITTWE - Menteri luar negeri Turki melakukan lawatan ke Sittwe, ibu kota Negara Arakan, pada jumat (9/8) pagi. Kunjungan itu untuk menilai kebutuhan para pengungsi akibat kekerasan komunal antara Buddha Arakan dan Muslim Rohingya.
Menurut warga di Sittwe, Partai Keadilan dan Pembangunan melakukan kunjungan ke tempat penampungan sementara para korban yang mengungsi. Dalam kunjungan, partai juga membantu mendistribusikan bantuan kepada mereka yang terkena dampak dari konflik sektarian.
Sebelum terbang ke Arakan, Davutoglu bertemu dengan presiden Burma Thein Sein di Naypyidaw pada kamis (8/8). Dia juga bertemu dengan beberapa pejabat pemerintahan termasuk menteri imigrasi Khin Yi, menteri urusan perbatasan Letnan Jenderal Thein Htay, dan rekan menteri luar negeri Burma Maung Lwin Wunna.
Dikutip dari surat kabar pemerintahan The New Light of Myanmar, selama pertemuanya dengan Thein Sein, Davutoglu mengatakan bahwa negaranya melihat kerusuhan di negara bagian Arakan sebagai situasi kemanusiaan, dimana masyarakat baik muslim dan buddha harus diberi bantuan.
"Masalah para Rakhine (Arakan) tidak mencoreng citra positif Myanmar. Kesalahpahaman antara OIC terhadap negara bisa diatasi dengan bantuan internasional," kata Davutoglu.
Pertemuan OIC dijadwalkan diadakan di Arab Saudi oekan depan, dan Davutoglu menjelaskan bahwa dia akan mencoba menjelaskan situasi di Arakan sesuai dengan apa yang disaksikannya.
Dia juga akan mendorong kelompok sekretaris untuk mengunjungi Burma. Turki telah menymbang sebesar 50 juta US Dollar untuk para korban di Arakan.
Kekerasan komunal di Burma barat pertama kali berkobar pada awal Juni. Sedikitnya 77 orang tewas, sementara lebih dari 90 ribu orang terpaksa mengungsi.
Thein Sein mengatakan kepada Davutoglu bahwa dia kecewa dengan media yang mengubah gambar genosida dan diduga menyebarkannya melalui internet, dimana gambar tersebut berbeda jauh dari yang sebenarnya terjadi. "Apa yang terjadi di Rakhine tidak ada hubungannya dengan agama atau ras," kata Thein Sein kepada media negara.
Penyebab kerusuhan adalah tindakan yang melanggar hukum. Hal itu dipicu oleh pembunuhan brutal seorang gadis. Kemudian kemungkinan ada balas dendam antara kelompok, yang saat ini menimbulkan banyak penderitaan.
Pertumpahan darah terakhir di Arakan dimulai dengan pemerkosaan dan pembunuhan seorang gadis Arakan buddha pada akhir Mei lalu. Peristiwa tersebut diduga dilakukan oleh tiga orang muslim Rohingya.
Akibatnya, masyarakat buddha melakukan pembalasan dan menewaskan 10 muslim di bus pada juni lalu sehingga menyebabkan kekerasan diantara dua kelompok tersebut. Bentrokan semakin merebak di Maungdaw ketika 1000 umat muslim mengamuk. Namun mereka harus tertahan oleh pasukan bersenjata Burma.