REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hannan Putra Lc
Makanan, baik halal maupun haram mempunyai pengaruh atas kehidupan, perilaku, dan akhlak manusia.
Oleh sebab itu Allah menyuruh para rasul-Nya seraya berfirman, "Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik- baik dan kerjakanlah amal shaleh." (QS. Al-Mu’minun, 51).
Selain itu, Allah SWT juga berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya saja Kamu menyembah." (QS. Al-Baqarah, 172).
Makanan yang baik adalah makanan yang dihalalkan Allah untuk hamba-hamba-Nya yang beriman yang dituturkan oleh Rasulullah SAW.
Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa Rasulullah menyebut seorang laki-laki yang rambutnya acak-acakan karena menempuh perjalanan panjang, tangannya menadah ke langit, tetapi makanannya makanan haram, minumannya minuman haram, dan bersantap dengan yang haram, bagaimana mungkin doanya dikabulkan.
Lelaki ini ialah seorang hamba yang banyak beribadah kepada Allah, tetapi ia bermaksiat dalam makanan, tidak bertakwa kepada Allah dalam hal makanan dan minuman.
Bagaimana mungkin bisa dikatakan perut berpuasa padahal ia berbuka dengan yang haram, makanan yang diperoleh dari jalan riba, usaha haram, menipu, makan harta anak yatim, dan marah.
Sungguh, rasa telah rusak manakala makanan dan minuman telah rusak, hati mengeras bagai batu manakala makanan dan minuman busuk, cahaya meredup manakala makanan telah kehilangan sifat halalnya.
Diriwayatkan dari Abu Bakar RA, suatu hari ia bersantap makanan. Setelah itu, bertanya kepada pelayannya, “dari makanan ini?” Si pelayan menjawab, "Dari hasil praktik perdukunan yang pernah saya lakukan dahulu pada waktu jahiliyah."
Mendengar ucapan pelayannya itu, spontan Abu Bakar memasukkan tangannya ke dalam mulutnya. Ia berusaha mengeluarkan makanan yang baru ia santap untuk segera keluar dari perutnya. Abu Bakar sangat kewalahan, karena perutnya sangat lapar dan baru diisi dengan makanan.