Jumat 17 Aug 2012 05:40 WIB

Perjalanan Menuju Titik Nol

Umat Muslim Lebanon saat melaksanakan shalat Idul Fitri.
Foto: AP
Umat Muslim Lebanon saat melaksanakan shalat Idul Fitri.

REPUBLIKA.CO.ID,  Pemahaman titik nol untuk manusia memang berbeda-beda, ada yang memahaminya ketika kita dilahirkan kedunia, ada yang memahaminya ketika telah mencapai umur aqil baligh ada juga yang menyatakan ketika awal mula ruh diciptakan.

Titik nol yang kita bicarakan adalah titik nol dalam arti asal muasal. Titik awal, titik start atau titik asal.  Judul “perjalanan menuju titik nol” adalah perjalanan kembali ke asal, yang jika kita hubungkan dengan moment Idul Fitri yaitu kembali ke fitrah.

Kata fitrah diambil dari kata fatharayafthuru artinya menciptakan. Allah Sang Khalik menciptakan manusia dengan kondisi suci. Itulah titik asal manusia bersih dan suci dari dosa-dosa. Karena itu kembali ke fitrah dapat diartikan kembali ke asal, kembali dalam kondisi bersih dan suci seperti bayi yang baru dilahirkan.

Setiap dari kita, manusia pastilah mendambakan kondisi itu. Kita bisa mengambil pelajaran dari bulan Ramadhan -- tazkiyah ikhlas dari orang beriman akan membakar dosa dan kesalahan dengan api lapar dan dahaga, kebiasaan buruk yang mengkristal dibasuh dengan bara penyesalan dan taubatan nasuha. Api amarah dan dendam dipadamkan oleh salju permohonan maaf dan ampunan. Sifat sombong dan angkara murka di dalam dada ditundukkan oleh tarawih dan tadarus malam.

Selanjutnya, menjelang Syawal tiba, mereka memancarkan kasih sayang dan pengampunan dengan shadaqah dan zakat fitrah “Semoga Allah menjadikan kita dan kamu semua dari golongan orang-orang yang kembali kepada fitrah, dan memperoleh kemenangan”.

Kata ‘Aidin dapat diartikan dengan orang yang kembali ke agama yang benar, kembali ke asal kejadian atau kembali kepada fitrah. Sedangkan kata Al Fa’izin adalah dari kata fa’iz yakni peraih keberuntungan atau kemenangan. Semua amalan ramadhan itu merupakan tangga menuju taqwa.

Sebagaimana ayat, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (QS. Al Baqarah, 2 : 183). La’allakum tattaquun, agar kamu bertaqwa. Dengan taqwa sebagai salah satunya maka kita akan kembali kejalan Allah SWT, sesuai dengan fitrahnya hamba Allah yaitu kembali kepada Allah Rabb semesta alam.

Namun untuk kembali atau taubat, tidaklah perlu menunggu bulan Ramadhan. Taubat dalam arti bahasa adalah kembali. Istilah: Taubat membawa maksud kembali yaitu kembali taat kepada Allah setelah menyesal melanggar perintah Allah atau melakukan larangannya. Segerakanlah, jangan ditunda karena dalam hadits Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum sampai di tenggorokan.” (HR. Tirmidzi)

Artinya selama kita masih hidup, kita berkesempatan untuk bertaubat. Namun siapa yang dapat menerka umur manusia? Siapa di antara kita yang dapat menjamin bahwa esok kita masih dapat bercanda dengan teman dan keluarga, masih dapat melihat orang-orang  yang kita kasihi sekaligus mengasihi kita, siapa yang menjamin nafas ini untuk tidak berhenti?, Wallahu ‘alam. Karena itu selama jantung masih berdetak, segera kan untuk bertaubat dengan taubat yang sebenar-benarnya.

Sebagaimana ayat, “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuha (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim, 66 : 8) Bila kita lihat kata nashuhan, dari kata ini lahir kata nasihat yaitu upaya untuk melakukan sesuatu, baik perbuatan maupun ucapan. Yang membawa manfa’at untuk  yang dinasehati. Kata ini juga bermakna tulus atau ikhlas.

Dalam kesendirian saya teringat lagu mas Harry Roesli almarhum, ketika kami bersama-sama menggarap sebuah project “balada hati yang ikhlas”. Lagu itu berbunyi “Dan aku berserah diri seutuhnya…”, kemudian di coda atau di akhir lagu dengan lantang beliau bernyanyi “Lahirkan hamba sebagai manusia baru”. Lagunya sangat kontemplatif, tulus ikhlas serta memohon pertaubatan.

Artis  senior seperti Mbak Titiek Puspa pun tak dapat menahan linangan air matanya ketika menyanyikan lagu tersebut. keinginan Harry Roesli sama dengan keinginan saya, boleh jadi sama dengan keinginan kita semua. Ketika raga berpeluh dosa, hati bergelimang tangis, jiwa terbujur lemah tak kuasa melawan angkara. Maka hanya secercah harap dalam doa,” idzinkan hamba lahir sebagai manusia baru”.

Ya Allah, Ampuni dosa-dosanya, terangi kuburnya, mudahkanlah hisabnya. Aamiin, Yaa Rabbal ‘aalamiin.

Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.

Ustadz Erick Yusuf: pemrakarsa Training iHAQi (Integrated Human Quotient)       

twitter@erickyusuf

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement