REPUBLIKA.CO.ID,MAUNGDAW -- Otoritas keamanan di Kota Maungdaw melarang Muslim Rohingya melaksanakan shalat Idul Fitri.
Padahal beberapa hari sebelumnya, para tetua Rohingya meminta izin kepada otoritas setempat untuk melaksanakan ibadah shalat Ied di Masjid Juma, atau di pusat keagamaan Myoma Khayoungdan, Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
Seorang tokoh Muslim Rohingya mengatakan, semula izin tersebut dikeluarkan dan dinyatakan boleh dilaksanakan. Ternyata izin tersebut adalah pengecohan terhadap internasional, pascadibentuknya Komisi Kebenaran oleh presiden, Jumat (17/8) lalu.
Sebab di beberapa perkampungan, seperti di Desa Aly Than Kyaw dan sekitarnya, beberapa keluarga Muslim Rohingya dipaksa untuk menandatangani pernyataan telah menunaikan shalat Ied, sebagai bukti mencairnya ketegangan antara etnis Buddha Arakan dan Muslim Rohingya.
Sumber tersebut mengatakan, saat seluruh umat muslim didunia merayakan Idul Fitri secara serentak, otoritas keamanan menambah isi dalam izin melaksanakana shalat Ied tersebut, dengan berbagai ketentuan-ketentuan sepihak.Ketentuan itu, kata dia bertentangan dengan peraturan shalat Ied yang diperintahkan agama.
"Kami boleh melaksanakan shalat di dalam masjid, dengan syarat tidak menggunakan pengeras suara, tidak memberikan khutbah. Tidak ada shalat Ied di masjid dan pusat keagamaan," kata sumber tersebut, seperti dikutip Kaladdanpress.
Kata dia, keamanan hanya memberikan izin shalat di masjid untuk waktu tiga hari. Itu-pun hanya untuk shalat zhuhur, dan ashar. Warga Rohingya lainnya mengaku, bukan hanya shalat Ied yang dilarang. Tradisi silaturahmi ke rumah-rumah muslim untuk menyempurnakan hari suci umat Islam itu juga tidak boleh dilaksanakan.
"Pasukan keamanan tegas melakukan pengamanan yang penuh di Maungdaw," kata seorang warga.Di India, sebuah kamp Rohingya yang bernama Darul Hizrat, Mohammed Ali menceritakan 15 hari pelariannya dari kejaran tentara Myanmar yang akan menangkapnya, karena ingin keluar dari negeri tersebut.