REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--RUU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (RUUK DIY) dipandang tidak mengerdilkan hak politik Sultan. Menurut Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, aturan yang melarang Sultan Hamengkubuwono berpartai sengaja dibuat untuk menjaga netralitas Sultan sebagai pemimpin (Gubernur) Yogyakarta.
"Ini supaya ada netralitas dalam kepemimpinan," kata Ganjar kepada Republika, Selasa (28/8),
Ganjar menerangkan Gubernur merupakan posisi strategis. Gubernur memiliki kewenangan luas dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial masyarakat yang dipimpinnya.
Berdasar itu bila Sultan Hamengkubuwono ditetapkan secara otomatis sebagai Gubernur, maka pihak yang diuntungkan adalah partai yang diikuti Sultan. "Sultan kan ditetapkan. Kalau berpartai maka enak dong parpolnya," ujar politikus PDI Perjuangan ini.
Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Golkar, Agun Gunanjar menjelaskan RUUK DIY tidak melarang Sultan mengikuti partai politik. RUUK DIY hanya melarang Sultan menjadi anggota partai politik ketika telah ditetapkan sebagai Gubernur DIY. "Dalam aturan itu (RUUK DIY) tidak ada aturan yang melarang sultan berpolitik," kata Agun kepada Republika.
Agun menyatakan ada perbedaan mendasar antara posisi Sultan dengan Gubernur. Dalam posisi Gubernur, Sultan adalah bawahan pemerintah pusat. Sementara saat sebagai Raja, Sultan adalah pengayom masyarakat Yogyakarta. "Dalam posisi sebagai Raja, Sultan adalah pengayom masyarakat Yogyakarta. Sedangkan Gubernur adalah jabatan politis," ujarnya.