REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Puluhan warga Papua yang tergabung dalam National Papua Solidarity (Napas) menggelar aksi di depan kantor Polda Jateng, Kamis (30/8). Mereka mendesak pemerintah dapat menyelesaikan masalah kekerasan Papua yang menurut mereka tak kunjung usai sejak Papua menjadi bagian NKRI.
Pendemo membawa beragam poster dan spanduk bertuliskan "Hentikan Kekerasan di Papua", "Hentikan Bisnis Militer di Papua", "Buka Peluang Demokrasi di Papua" sambil meneriakkan tuntutan penyelesaian kekerasan. Usai beraksi di halaman Polda Jateng, warga Papua yang datang dari Semarang, Salatiga dan Jogja kemudian long march memutari Jalan Pahlawan, komplek kantor Polda dan Gubernur Jateng.
Koordinator aksi, Otis (20 tahun) menuturkan, sejak Papua menjadi bagian NKRI, kekerasan tak pernah lepas merundung warga Papua. Bahkan pada 23 Agustus lalu, terjadi penembakan di Paniai-Dogiyai yang menewaskan satu aparat kepolisian dan hingga kini belum diketahui pelakunya.
"Selama bertahun-tahun masalah itu (kekerasan) terus. Ini agar ditindaklanjuti yang berwenang," ujarnya.
Otis mengatakan, aksi tersebut juga digelar serentak di Jakarta, Bandung, Bogor, Surabaya dan Malang. Tuntutan mereka sama, yakni pembebasan Papua dari kekerasan.
"NAPAS menuntut rezim SBY-Boediono bertanggubgjawab atas penembakan misterius di tanah Papua, hentikan segala bentuk teror dan kekerasan terhadap rakyat Papua. Ketiga, segera membentuk tim investigasi independen nasional dan membuka ruang bagi tim investigasi internasional untuk mengusut kasus penembakan misterius di tanah Papua. Lalu, menghentikan dan mengevaluasi keberadan militer baik organik maupun non organik. Serta segera membuka ruang demokrasi dan membebaskan seluruh tahanan politik Papua guna menyelesaikan persoalan Sospol Papua," isi tuntutan mereka.
Penanggung Jawab aksi, Gabi (26 tahun) mengatakan, pihaknya berharap aspirasi tersebut dapat ditindaklanjuti. Jika tuntutan tidak dipenuhi, maka pihaknya akan menggelar aksi lanjutan.
"Kalau tidak penuhi, kami akan terua turun ke jalan dan mendesak. Hingga hak-hak masyarakat Papua dapat kembali. Polda hendaknya dapat membicarakan ini dengan TNI Polri," ujarnya.