REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pengamat hukum internasional, Hikmahanto Juwana menegaskan, pemerintah harus tegas menolak perpanjangan kontrak karya Freeport bila diminta oleh Menlu AS, Hillary Clinton.
Hal itu diungkapkan menyusul banyaknya kalangan yang menduga kalau salah satu pembicaraan terkait dengan perpanjangan kontrak karya Freeport hingga 2041.
‘’Bila benar dugaan mata agenda ini maka Presiden SBY harus tegas menolak permintaan atau pun tekanan yang dilakukan oleh pemerintah AS,’’ katanya, Senin (3/9).
Ia menjelaskan, ada tiga alasan utama penolakan perpanjangan kontrak tersebut. Pertama, pasal 169 ayat (B) UU Mineral dan Batubara mengamanatkan, kontrak karya akan tetap dihormati hingga masa berakhirnya. Amanah itu harus dihormati karena UU Minerba merupakan pengejawantahan kehendak dari masyarakat Indonesia. Yaitu, agar presiden mempunyai kewajiban memegang teguh sesuai sumpahnya ketika dilantik.
Kedua, lanjutnya, Freeport sudah terlalu banyak menikmati kekayaan yang seharusnya digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Apalagi, Freeport hingga saat ini enggan untuk transparan berapa keuntungan yang diperoleh.
Terakhir, bila perpanjangan diluluskan oleh pemerintah atas desakan pemerintah AS berarti negara Paman Sam tersebut telah menerapkan politik adu domba. Yaitu, antara pemerintah RI dengan rakyatnya sendiri.
‘’Saat ini masyarakat Indonesia tidak bisa menerima keberadaan Freeport yang terus menguras kekayaan sumber saya mineral Indonesia,’’ pungkas dia.