Rabu 05 Sep 2012 14:15 WIB

Geliat Bazar Tradisional (2-habis)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Sepatu yang dijual di salah satu bazar tradisional di Maroko.
Foto: blog.discoveryadventures.com
Sepatu yang dijual di salah satu bazar tradisional di Maroko.

REPUBLIKA.CO.ID, Tidak hanya menjajakan bahan makanan pokok, pada sejumlah pusat bazar tradisional juga terdapat bazar perbankan, sering disebut dengan qaishariyah. Tempat ini sering dipadati dengan para pedagang mata uang dan pemberi kredit.

Keberadaan bazar tidak hanya memiliki muatan ekonomis, tetapi juga menjadi sarana menjalankan politik para raja dan gubernur. Kendati tidak berjalan konsisten.

Selain aturan moral yang terkandung dalam hukum Islam dan spekulasi mengenai keadilan sosial, terdapat pula institusi-institusi sosial di bazar yang mengembangkan bentuk-bentuk kultural wacana moralnya sendiri.

Misalnya, kemunculan ha’iat, zurkhanah, dan hamam. Wadah-wadah itu muncul sebagai tempat orang berkumpul dan membicarakan masalah bersama-sama.

Perkembangan bazar pun mendorong lahirnya rumusan aturan yang mengikat. Misalnya, bazar harus diatur di bawah hisbah (kewajiban agama untuk menghindarkan kejahatan) dengan kontrol kuat dari petugas (muhtasib). Petugas ini membantu memelihara tatanan, menetapkan harga, dan memungut pajak.

Peran ini sudah dilembagakan di pasar-pasar Yunani, Romawi, dan merupakan jabatan yang hingga kini masih berlaku di Arab Saudi dan pasar Berber di Maroko. Catatan deskriptif tentang bazar secara potensial tak habis-habisnya.

Mulai dari bentuk lokalnya, perubahan sosial, ekonomi, politik, dan budaya bervariasi dari pasar di Maroko, Afrika Utara, hingga bazar yang bergaya Hindu di India dan tempat lainnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement