REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku mengancam akan menjemput paksa Bupati Kepulauan Aru nonaktif, Teddy Tengko. Penjemputan paksa itu dilakukan jika bupati tidak mengindahkan pemanggilan ketiga yang dijadwalkan pekan depan.
"Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Dobo, Hendrik Silalau telah berkoordinasi guna pemanggilan ketiga Teddy," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Maluku, Natzir Hamzah, di Ambon, kemarin.
Dia menyatakan tidak ada alasan untuk kuasa hukum Teddy, yakni Yusril Izha Mahendra mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri (PN) Ambon membatalkan putusan Mahkamah Agung (MA) No 161 K/PID.SUS/2012 tertanggal 10 April 2012 yakni memutuskan empat tahun penjara baginya, denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan, dan harus ganti rugi Rp 5,3 miliar subsider dua tahun kurungan.
"PN tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan keputusan MA yang secara struktur ternyata lebih tinggi," tandas Hamzah. Dengan demikian, lanjutnya, eksekusi terhadap Teddy tetap dilaksanakan sesuai keputusan MA.
"Kami (Kejati) Maluku juga telah berkoordinasi dengan Kejagung, makanya eksekusi tetap dilaksanakan sesuai keputusan MA," ujar Hamzah. Dia tidak mau berdebat soal pernyataan Yusril Izha Mahendra bahwa putusan MA itu cacat hukum.
"Pastinya bila cacat hukum, maka harus dibatalkan pihak berkompoten dan bukan PN Ambon yang secara hirarki kewenangan lebih rendah dari MA," tegas Natsir Hamzah.
Yusril Izha Mahendra di Ambon, 3 September 2012 mencabut gugatan yang diajukan kepada Kejati Maluku terkait dugaan tindak pidana korupsi dana APBD Kabupaten Kepulauan Aru tahun anggaran 2006 - 2027 senilai Rp 42,5 miliar. Hal itu berdasarkan putusan Majelis Hakim PN Ambon pada 25 Oktober 2011 yang membebaskan Teddy.
Kejati Maluku mengajukan kasasi ke MA. MA melalui putusan No 161 K/PID.SUS/2012 tertanggal 10 April 2012 memutuskan empat tahun penjara bagi Teddy, denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan harus ganti rugi Rp5,3 miliar subsider dua tahun kurungan. Kejati Maluku selanjutnya merencanakan melaksanakan eksekusi terhadap Teddy 25 Mei 2012.
Yusril melakukan perlawanan dengan menyarankan Teddy tidak perlu mematuhi eksekusi tersebut karena menilai putusan tersebut cacat hukum. Sayangnya putusan kasasi MA tersebut ternyata tidak memenuhi ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP yang berisi perintah agar terdakwa ditahan. Karena itu berdasarkan Pasal 197 ayat (2) KUHAP, maka putusan tersebut adalah batal demi hukum.