Selasa 11 Sep 2012 14:33 WIB

Fatwa Qardhawi tentang Qadha dan Qadar (3-habis)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: wordpress.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, 3. Qadar merupakan perkara gaib yang tertutup buat kita. Kita tidak mengetahui bahwa sesuatu itu telah ditakdirkan kecuali setelah terjadi.

Adapun sebelum terjadi, kita diperintahkan untuk mengikuti sunnah kauniyyah (sunnatullah pada alam semesta) dan aturan-aturan syarak, untuk mendapatkan kebaikan bagi din (agama) dan dunia kita.

Seperti dikatakan penyair, “Sesungguhnya perkara gaib itu adalah kitab yang dijaga oleh Pencipta alam semesta dari pandangan mata semua makhluk-Nya. Tak ada seorang pun yang mengetahuinya kecuali setelah lembarannya dibuka lewat kejadian dari masa ke masa.”

Sunnah Allah terhadap alam semesta dan syarak-Nya mengharuskan kita melakukan hal-hal yang menjadi sebab terjadinya keberhasilan, sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang yang paling kuat imannya kepada Allah dan kepada qadha dan qadar-Nya, yaitu Rasulullah SAW.

Beliau mengambil persiapan, menyiapkan tentara, mengirim mata-mata, memakai baju besi, mengenakan topi baja, menempatkan pasukan panah di mulut bukit, menggali parit di sekeliling Kota Madinah, mingizinkan para sahabat berhijrah ke Habasyah dan ke Madinah.

Beliau berhijrah dan melakukan berbagai upaya yang sekiranya dapat menyelamatkan beliau dalam perjalanan hijrahnya. Beliau menyiapkan kendaraan tunggangan, mengambil penunjuk jalan untuk menemaninya, mengubah jalan yang ditempuhnya (mencari jalan lain), bersembunyi di dalam gua, melakukan upaya untuk memperoleh makanan dan minuman, dan menyimpan makanan bagi keluarganya untuk masa satu tahun. Dengan demikian, beliau tidak menunggu datangnya rezeki dari langit.

Kerika ada orang bertanya kepada beliau apakah ia harus mengikat untanya ataukah membiarkannya sambil bertawakal kepada Allah, beliau menjawab, “Ikatlah dan bertawakallah.” (HR Ibnu Hibban dengan isnad sahih dari Amr bin Umaiyah Adh Dhamri).

“Larilah engkau dari orang yang berpenyakit lepra, sebagaimana engkau lari dari singa.” (HR Bukhari).

4. Iman kepada qadar tidak menafikan kerja dan usaha. Sebaliknya, mendorong kita untuk bersungguh-sungguh meraih apa yang kita inginkan dan menjaga diri dari sesuatu yang tidak kita inginkan.

Karena itu, tidak dibenarkan orang bersikap malas dan suka menunda-nunda pekerjaan untuk melemparkan segala beban dan tanggungannya, dosa dan kesalahannya kepada qadar. Sebab, sikap demikian itu menunjukkan kelemahan dan lari dari tanggung jawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement