REPUBLIKA.CO.ID, Dalam laman wayang.blogspot.com disebutkan, hal itu sesuai dengan dakwah para aulia sebagai juru dakwah untuk memperoleh sebanyak-banyaknya umat agar kembali ke jalan Allah SWT dengan sikap arif dan harapan yang baik.
Bagaimana dengan Petruk? Ada yang berpendapat, Petruk berasal dari kata Fatruk yang berarti meninggalkan.
Selain itu, ada juga yang berpendapat kata Petruk diadaptasi dari kata Fatruk—kata pangkal dari sebuah wejangan (petuah) tasawuf, Fat-ruk kulla maa siwallaahi (tinggalkan semua apa pun yang selain Allah).
Wejangan itu, menurut tulisan dalam laman wayang.blogspot.com, menjadi watak para aulia dan mubalig pada waktu itu. Petruk juga sering disebut Kanthong Bolong, artinya kantong yang berlubang.
Maknanya bahwa setiap manusia harus menzakatkan hartanya dan menyerahkan jiwa raganya kepada Allah SWT secara ikhlas, seperti berlubangnya kantong yang tanpa penghalang, papar tulisan itu.
Sedangkan Bagong, diyakini berasal dari kata Bagho yang artinya lalim atau kejelekan. Pendapat lainnya menyebutkan, Bagong berasal dari kata Baghaa yang berarti berontak. Yakni, berontak terhadap kebatilan dan keangkaramurkaan.
Dalam pagelaran wayang, keempat tokoh Punakawan itu selalu keluar pada waktu yang tak bersamaan. Biasanya, tokoh Semar yang dimunculkan pertama kali, baru kemudian diikuti Gareng, Petruk, dan terakhir Bagong.
Secara tak langsung urutan tersebut menunjukkan ajakan (dakwah) yang diserukan para wali zaman dahulu agar meninggalkan kepercayaan animisme, dinamisme, dan kepercayaan-kepercayaan lain menuju ajaran Islam.