REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Budayawan dari Universitas Udayana, Ida Bagus Gede Agastia menilai aksara, sastra, dan bahasa Bali merupakan masa depan budaya masyarakat lokal Pulau Dewata. Karena itu, bahasa Bali perlu dibina dan diberdayakan untuk merevitalisasi jatidiri dan penguatan integritas bangsa.
"Aksara, sastra, dan bahasa Bali menjadi sumber imajinasi, kreativitas, dan daya cipta dan merupakan tenaga dalam kebudayaan Bali," katanya dalam penyampaian makalah Seminar Nasional mengenai Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali Pengembangan Peradaban dan Jatidiri Orang Bali yang digelar di Fakultas Sastra Universitas Udayana, Denpasar, Sabtu (22/9).
Menurutnya, masa depan kebudayaan Pulau Dewata tergantung dari kesadaran dan tanggungjawab semua elemen masyarakat mulai dari cendekiawan, mahasiswa, seniman, hingga para pemimpin. Ia menilai bahasa Bali merupakan salah satu bahasa di dunia yang kaya dan tidak dimiliki oleh negara lain karena memiliki tiga tingkatan sor singgih bahasa mulai dari bahasa yang kasar, sedang, dan halus.
Namun, ia mencemaskan keberadaan bahasa lokal, karena saat ini pemerhati bahasa Bali mulai berkurang. "Pemerintah daerah diharapkan untuk memikirkan hal itu agar anak muda tertarik mendalami bahasa Bali, kalau ingin bahasa lokal tetap berkembang," katanya kepada ratusan peserta seminar.
Pada era otonomi daerah, kata dia, pemerintah sesungguhnya bebas memberdayakan bahasa daerah. Di antaranya melalui kewajiban dengan menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar di dalam kelas, dalam forum resmi dan ilmiah, menyediakan buku bacaan, mendukung penelitian kebahasaan. Serta penyediaan penghargaan bagi orang yang berjasa dalam bidang bahasa, sastra, pendidikan, dan kesenian daerah.
Pernyataan Ida didukung Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof Dr Mahsun. Ia menyatakan bahasa Bali merupakan identitas masyarakat Pulau Dewata yang perlu dilestarikan karena merupakan kekuatan budaya Bali.
"Bahasa Bali sebagai jatidiri orang Bali harus dipertahankan dan dilestarikan, tidak hanya dikembangkan dan dibina, karena itu kekuatan budaya Bali secara internasional. Kalau itu hilang, Bali bukan Bali lagi," sebut Mahsun yang menyatakan bahasa Bali merupakan salah satu dari 546 bahasa daerah yang tercatat di Tanah Air.