Selasa 25 Sep 2012 22:34 WIB

'Ada Upaya Melumpuhkan KPK Secara Bertahap'

Busyro Muqoddas.
Foto: Republika / Tahta Aidilla
Busyro Muqoddas.

REPUBLIKA.CO.ID, BATAM - Revisi Undang-undang 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan Komisi III DPR RI dinilai sebagai upaya pelumpuhan lembaga tersebut secara bertahap.

"Dengan pengajuan perubahan UU tersebut sesungguhnya ada upaya melumpuhkan KPK secara bertahap," kata Wakil Ketrua KPK, Busyro Muqoddas di Batam, Selasa (25/9).

Hal tersebut disampaikan Busyro, seusai menjadi narasumber dalam kegiatan Lokakarya peningkatan kapasitas media dalam pemberantasan korupsi dengan tema Jurnalis Antikorupsi yang diadakan KPK bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Batam.

Ia menganggap, tidak ada alasan akademik yang bisa dipertanggungjawabkan oleh DPR dalam pengajuan revisi UU tentang kewenangan KPK tersebut.

"Tidak ada yang dirumuskan bersama-sama dengan unsur-unsur masyarakat sipil untuk dilakukannya revisi itu. Kami tidak menemukan alasan yang secara akademik bisa dipertanggungjawabkan," kata Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas di Batam, Selasa.

Busyro menyatakan khawatir upaya revisi tersebut akan ditumpangi oleh para koruptor dengan dugaan menyebar uang dalam proses revisi tersebut. "Saya akan monitoring proses revisi UU yang sekarang sudah berada di Banleg," kata dia. 

KPK, kata dia, tidak ingin bila DPR merevisi UU tersebut justru akan membuat lembaga yang terhormat tersebut dimusuhi masyarakat.

"Revisi UU tersebut di luar prosedur, jangan sampai DPR mangalami delegitimasi akibat merevisi UU yang justru merupakan penghinaan terhadap institusinya," kata Busyro. Ia mengatakan UU KPK hingga saat ini tidak ada yang perlu diubah.

"DPR adalah mitra KPK. Maka KPK ingin menyelamatkan DPR itu. Sejauh ini tidak melihat ada pasal-pasal dalam UU KPK yang perlu direvisi," kata dia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement