Kamis 04 Oct 2012 17:31 WIB

Adab Berobat dalam Islam (1)

Rep: Heri Ruslan/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Setiap penyakit pasti ada obatnya. Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk berobat bila sedang sakit.

Pada dasarnya, setiap Muslim pasti pernah sakit baik ringan maupun berat. Semua itu merupakan ketentuan dari Sang Khalik.

Saat ini, berbagai jenis penyakit berkembang di tengah-tengah masyarakat. Berbagai cara dilakukan dan ditempuh untuk mengobati penyakit yang diderita. Ada yang berobat ke dokter, bahkan tak sedikit pula yang melakukan pengobatan secara tradisional.

Sebagai agama yang sempurna, Islam ternyata telah mengatur adab berobat (at-tadaawi) bagi seorang Muslim. Lalu bagaimanakah adab berobat itu?

Syekh Abdul Azis bin Fathi As-Sayyid Nada dalam kitab “Mausu'atul Adab Al-Islamiyah”, mengungkapkan, ada beberapa perkara yang perlu diperhatikan umat Islam berkaitan dengan proses pengobatan. 

Pertama, saat akan berobat, seorang Muslim harus meluruskan niatnya. ''Orang yang sakit berniat untuk menjaga kesehatannya agar ia tetap kuat melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT,'' kata Syekh Abdul Azis.

Sedangkan orang yang mengobati harus berniat untuk membantu saudaranya sesama Muslim dan menolong semampunya. Pengobatan yang dilakukannya semata-mata untuk mendapatkan pahala dari Allah serta memberi manfaat bagi saudaranya sesuai dengan perintah agama.

Kedua, menurut Syekh Abdul Azis, dalam beberapa hadis dianjurkan agar umat Islam menggunakan obat-obatan syar'i untuk mengatasi penyakit tertentu. 

Ada beberapa obat dan pengobatan yang disebutkan dalam hadis, seperti habbbatus sauda (jintan hitam), madu, bekam, daun inai serta ruqyah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement