Jumat 05 Oct 2012 19:52 WIB

Menkum HAM Berharap Revisi KUHAP Diajukan Awal November

Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin mengharapkan rancangan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diajukan kepada DPR paling lambat awal november. "Mudah-mudahan, kami ingin memasukkan ini selambat-lambatnya awal november, harapan kami," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (5/10).

Amir mengatakan, saat ini masih melakukan harmonisasi dengan berbagai pemangku kepentingan dalam usulan revisi UU KUHAP No 8/1981 tersebut. Menurut dia, beberapa revisi yang diajukan diantaranya adalah mempersingkat masa penahanan. "Dari maksimal 110 menjadi 10 hari, kalau tidak bisa 10 hari, maksimal 15 hari," kata Amir.

Namun hal ini, menurut dia, masih terus diharmonisasikan terutama dengan kepolisian terkait dengan wilayah Indonesia yang luas. Selain itu, beberapa usulan yang diajukan diantaranya untuk kasus tindak pidana dengan ancaman di bawah 5 tahun, dibuka peluang tidak perlu diproses ke pengadilan melalui usulan jaksa kepada hakim.

"Ini Bisa diselesaikan kesepakatan dengan pihak dirugikan. Seperti kasus sandal jepit, dan segala macam, tidak perlu ini memenuhi rutan," katanya.

Kemudian seseorang yang mengaku dan memperlancar peradilan, bisa diadili dengan acara singkat, satu hakim tunggal saja. "Tentunya ada pengawasan, jangan sampai ada orang dibayar untuk mengakui kesalahan orang lain," katanya.

Selain itu juga saksi mahkota dalam satu tindak pidana yang dilakukan beberapa orang. Mereka yang paling ringan perannya (dalam kejahatan tersebut), mau bekerja sama, mendapatkan hak untuk tidak dituntut. "Kalau UU LPSK dituntut tapi dengan keringanan. Ini terintegrasi dengan KUHAP, tidak dituntut ketika melakukan kerja sama," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement