REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah anggota kepolisian menyambangi Gedung KPK untuk menangkap seorang penyidik lembaga antikorupsi yang bernama Kompol Novel Baswedan, Jumat (5/10) malam. Namun, usaha tersebut gagal lantaran empat hal yang dinilai janggal.
Juru Bicara KPK, Johan Budi, menjelaskan, institusinya telah membentuk tim untuk menelusuri tuduhan tindak penganiayaan berat yang dilakukan Novel Baswedan pada 2004.
Mereka, ujar dia, melakukan investigasi dan salah satu hasilnya adalah temuan kejanggalan di tengah upaya penangkapan terhadap ketua tim penyidikan KPK untuk perkara di Korlantas Mabes Polri.
"Tim ini dibentuk sebagai second opinion atas penyidikan yang dilakukan polisi," jelas Johan dalam jumpa wartawan, Ahad (7/10) malam.
Lebih lanjut, Johan menyebutkan, empat kejanggalan yang dimaksud misalnya surat Laporan Polisi (LP) yang dibuat pada 1 Oktober 2012. Padahal, ucap dia, kejadian dugaan pembunuhan terjadi pada delapan tahun silam (2004).
"Jadi, LP ini dibuat pada beberapa hari lalu," ucap Johan.
Kemudian, tutur Johan, hingga saat ini, belum ada ada uji balistik terhadap senjata api dan peluru yang menewaskan seorang pencuri sarang burung walet pada 2004. Bahkan, ungkap dia, kepolisian juga belum menggelar pemeriksaan menyeluruh terhadap sejumlah saksi yang mengetahui kejadian tersebut.
"Tiba-tiba saja Novel ditetapkan sebagai tersangka dan dia dijemput sejumlah petugas Polri (Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya)," tutur Johan.
Kejanggalan lain, menurut Johan, adalah ketiadaan izin dari pengadilan pada surat penangkapan atas Novel Baswedan. Petugas yang memasuki Gedung KPK, ucap dia, ternyata tidak memiliki surat penangkapan yang mencantumkan izin pengadilan.
"Perlu juga disampaikan di sini bahwa upaya penangkapan atas Novel dilakukan ketika belum ada satupun surat panggilan yang dikirim ke dia sebagai tersangka untuk kasus yang terjadi delapat tahun lalu," ungkap Johan.