REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Sarjana NU (ISNU) mencermati krisis pangan akan segera terjadi jika tak dirumuskan solusinya sejak sekarang. Membuka diskusi panel "Strategi Ketahanan Pangan", ketua ISNU, Ali Masykur Musa mengatakan meledaknya penduduk yang tak diimbangi ketahananpangan akan sangat berbahaya.
"Akan terjadi peluang peperangan yang masif antar negara, karena perebutan bahan pangan di masa datang," prediksi Ali di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Kamis (11/10) malam.
Melalui diskusi ini, Ali berharap para sarjana anggota ISNU memiliki kepedulian yang tinggi terhadap isu ketahanan pangan, mengingat sebagian besar dari Nahdliyin berprofesi sebagai petani. Namun, sayangnya, sebesar 13, 5 Juta petani yaitu 76,4 persen jumlah petani di negeri ini hanya memiliki lahan di bawah 1 hektar.
Diskusi diskusi yang didesain untuk merumuskan sebuah peta jalan menuju 100 tahun kemerdekaan RI ini menghadirkan Wakil Pemerintah : Sutarto Alimoeso (Dirut Bulog) dan Udhoro Kasih Anggoro (Dirjen Ketahanan Pangan Kementan); Akademisi : Arif Satria (Dekan FEMA IPB); serta pengamat ekonomi Mohamad Fadhil Hasan Iman Sugema.
Fadhlil Hasan sepakat jika pemerintah kurang cermat untuk menjadikan isu ketahanan pangan sebagai isu prioritas. Lantaran alokasi anggaran untuk pertanian hanya sebesar Rp 37 triliun yang terbagi buat subsidi pupuk sebesar Rp 16 triliun. Atau berada di peringkat kelima urutan anggarannasional.
Melihat besaran tersebut, Fadhil menilai, keberpihakan pada petani sebaiknya bukan pada opsi subsidi pupuk, melainkan insentif lain.
Sebagai contoh, bagaimana petani di negeri ini dapat sejahtera, bila harga kebutuhan pangan dari luar negeri (impor) lebih murah dari hasil pangan dalam negeri. Hal ini terjadi karena pemerintah memberikan insentif potongan bea masuk bagi bahan pangan impor.
"Hal lain yang menarik ialah, bagaimana negara-negara Barat yang menyuarakan liberalisasi, namun justru melakukan proteksi terhadap produk dalam negerinya,"ujarnya. Fadhlil mencontohkan di Eropa, setiap sapi disubsidi sebesar 2 dolla Amerika per hari.