Kamis 18 Oct 2012 11:56 WIB

Aturan Islam tentang Harta Rampasan Perang (2)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: wallpaper.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam Islam persoalan ini muncul pertama kali pada Perang Badar, yaitu pada 17 Ramadan 2 H.

Peperangan antara kaum Muslimin dan kaum musyrikin Quraisy ini berakhir dengan kemenangan umat Islam. Karena kalah, kaum musyrikin meninggalkan harta yang banyak di medan perang.

Harta itu kemudian dikumpulkan dan diambil oleh umat Islam. Akan tetapi, segera setelah itu, umat Islam berbeda pendapat tentang cara pembagiannya.

Mereka kemudian bertanya kepada Rasulullah SAW untuk menyelesaikan perbedaan pendapat itulah turun ayat Alquran yang menjelaskan tata cara pembagian rampasan perang.

Dasar hukum ghanimah, nafal, salab, dan fai

Berkenaan dengan ghanimah atau nafal, Allah SWT berfirman, “Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS.Al-Anfal: 41).

Kemudian, “Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: ‘Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman’.” (QS. Al-Anfal: 1).

Adapun landasan yang terdapat di dalam hadis di antaranya adalah hadis Nabi SAW, “Aku diberikan lima hal yang tidak pernah diberikan kepada nabi mana pun sebelumku. Aku ditolong di saat menghadapi kegoncangan sepanjang perjalanan sebulan, dijadikan bagiku tanah sebagai tempat bersujud serta bersuci, di mana pun umatku menemui waktu salat ia boleh shalat, dihalalkan untukku ganimah yang tidak dihalalkan kepada seorang nabi pun sebelumku, diberikan kepadaku syafaat, dan aku diutus untuk seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim).

sumber : Ensiklopedi Hukum Islam
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement