REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tengah merampungkan audit investigasinya soal kerugian dari proyek pembangunan pusat pendidikan olahraga Hambalang di Bogor, Jawa Barat. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mengandalkan hasil audit BPK itu dalam melakukan pengusutan kasus korupsi Hambalang.
Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, menjelaskan bahwa untuk menghitung kerugian negara tidak hanya bisa dilakukan oleh BPK. Terlebih, putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan penghitungan kerugian menjelaskan yang memiliki kewenangan untuk menghitung kerugian itu tidak hanya BPK dan BPKP.
"Di KPK sebelumnya itu kerugian-kerugian juga sudah dihitung, tapi KPK harus konfirmasi lagi pada ahlinya. Ini penting untuk mengkonfirmasi apa yang akan kami lakukan," kata Bambang di kantornya, Jakarta, Kamis (25/10).
Menurut Bambang, yang paling penting dalam penghitungan kerugian negara ini adalah metodologi penghitungan. Di mana, kata dia, jika penggunaan metodologi itu berbeda, maka relatif akan berbeda.
Bambang enggan mengomentari masalah nama-nama dalam audit Investigasi BPK terkait proyek bernilai Rp 2,5 triliun itu. Menurut Bambang, proses pengusutan kasus Hambalang tetap berjalan dengan memeriksa sejumlah saksi maupun tersangka.
Bambang juga mengatakan, dalam penyidikan ini bisa dikeembangkan untuk menelusuri lebih jauh pihak-pihak lain. Sejauh ini, pengusutan kasus Hambalang yang ditangani KPK berkaitan dengan anggaran pengadaan barang dan jasa. Untuk pengadaan barang dan jasa KPK telah menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Hambalang, Deddy Kusdinar sebagai tersangka.