Selasa 06 Nov 2012 14:57 WIB

Mereka Mengajar Ngaji (2-habis)

Rep: Susie Evidia/ Red: Chairul Akhmad
Suasana belajar di sekolah Bina Insan Mandiri atau Sekolah Master (Masjid Terminal) yang terletak di sisi barat terminal Depok, Jawa barat.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Suasana belajar di sekolah Bina Insan Mandiri atau Sekolah Master (Masjid Terminal) yang terletak di sisi barat terminal Depok, Jawa barat.

REPUBLIKA.CO.ID, Semangat menebar kebaikan lewat pengajian tersebar di sudut Kota Depok, Jawa Barat.

Ketika memasuki kawasan Terminal Depok, akan terdengar kata “Master”. Master kependekan dari Sekolah Masjid Terminal yang diprakarsai oleh Rochim sejak 2002.

Sekolah ini awalnya tempat mengaji anak-anak asongan, anak jalanan, pengemis, kenek, hingga pemulung. Mereka wajah-wajah Romusa alias rombongan muka susah.

Tidak sampai dua tahun Rochim menyulap romusa menjadi rombongan muka saleh. Tidak mudah mengubah mereka ke jalan yang benar.

Bayangkan saja, kata Rochim, habis mabuk menumpang tidur di masjid. Kiri kanan masjid bertebaran alat kontrasepsi. Mendekati mereka harus dengan strategi tersendiri.

Mereka galak kalau lagi lapar, ketika kenyang menjadi bloon. Mereka itu bagaikan jinak-jinak merpati. Kalau diberi makan bakal kumpul semua.

Ia menyiasati saat mereka kumpul. Ia mulai melakukan pendekatan dengan mendengarkan mereka, memberi perhatian dan kasih sayang. Mereka pun luluh, tinggal diarahkan.

“Tapi, tergantung pada stadiumnya, kalau masih jinak lebih mudah, sedangkan yang stadium tinggi doa sajalah agar mereka bisa mengubah menjadi yang lebih baik,” beber Rochim yang dulunya malang melintang di jalanan.

Pengajian rutin Master diadakan setiap malam Jumat, malam Rabu, dan malam Ahad. Semangat, doa, dan waktu yang bisa mengubah anak-anak jalanan ini. Kini, ada sekitar 2.000 murid yang dibina di Master.

Mereka sudah ada yang masuk ke Universitas Indonesia (UI). Yang membuat Rochim bangga, muridnya ini sudah ada yang hafal 30 juz Alquran dan dikirim ke sekolah tahfiz di luar negeri.

Dari jumlah anak-anak yang dibina, belum menampung seluruhnya anak jalanan di Depok. Hanya sekitar 30 persen atau 40 persennya. Kendalanya, kebanyakan mereka memegang fungsi tulang punggung keluarga atau mereka tetap memilih hidup di jalanan sebagai satu-satunya jalan yang mereka lalui.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement