REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Persoalan haji belum menjadi perhatian serius media massa. Persoalan haji masih dianggap isu tahunan yang bakal selalu terjadi.
"Media massa tidak serius meilhat masalah haji di Indonesia," kata pengamat haji cum wartawan, Muhammad Subarkah dalam diskusi "Evaluasi Haji, Masalah Klasik yang Selalu Terulang," Kamis (8/11) di kompleks MPR/DPR, Senayan Jakarta.
Masalah haji tidak bisa dipandang remeh. Di dalamnya terdapat perputaran uang yang sangat besar. Subarkah mengatakan dana setoran haji jamaah Indonesia tahun ini mencapai Rp 40 triliun lebih. Angka ini jauh lebih besar ketimbang kasus-kasus megakorupsi yang terjadi di Indonesia.
"Dibandingkan kasus Hambalang, kasus haji ini lebih mengerikan," ujar wartawan senior Republika ini.
Subarkah menyatakan persoalan haji menjadi berlarut-larut karena kompleksitas persoalan yang melingkupinya. Selain miminimnya perhatian media massa, permasalahan haji juga menyangkut kesadaran jamaah.
Subarkah misalnya mencontohkan soal kesadaran kesehatan, banyak jamaah haji yang masih memiliki budaya "eman" membuang makanan. Mereka lebih memilih memakan makanan yang sudah lebih dari delapan jam ketimbang membuangnya. "Alhasil banyak jamaah terserang diare," katanya.
Selain itu masyarakat Indonesia belum bisa memisahkan antara urusan teknis dengan urusan ibadah. Para jamaah yang tertipu dan batal berangkat haji misalnya, tidak berani melaporkan penipuan yang mereka alami ke kepolisian karena khawati mendapat stigma negatif dari masyarakat.
Mereka misalnya takut dibilang uang haji yang digunakan bersumber dari cara tidak hal. Subarkah mendesak pemerintah melalui Kementrian Agama memberikan edukasi kepada jamaah haji. "Para jamaah tidak cukup hanya diberi pengetahuan manasik, tapi juga soal budaya masyarakat Arab," ujarnya.