REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin mengatakan grasi yang sudah dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bagi terpidana kasus narkoba, Meirika Franola (Ola), tidak bisa dicabut kecuali dalam keadaan yang menimbulkan kegentingan bagi negara.
"Grasi yang telah diberikan kepada Ola sesungguhnya sudah jadi hak milik terpidana. Oleh karena itu pada prinsipnya grasi itu tak bisa dicabut," kata Irmanputra Sidin di Jakarta, Ahad(11/11).
Sebelumnya, Ola, terpidana narkoba yang mendapat grasi dari Presiden sehingga hukuman mati yang dijatuhkan kepadanya dicabut, kedapatan masih mengendalikan bisnis narkoba meski sedang menjalani masa tahanan.
Hal tersebut terungkap ketika Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap wanita berinisal NA yang membawa narkoba seberat 775 gram di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat. Belakangan diketahui NA adalah orang suruhan Ola.
Menurut Irmanputra Presiden yang mencabut grasi terhadap seseorang yang sudah mendapatkannya bisa saja diteorikan bahwa Presiden sesungguhnya menjatuhkan hukuman baru kepada yang bersangkutan tanpa melalui proses peradilan.
"Karena bagaimanapun grasi yang keluar telah meniadakan jenis dan atau durasi hukuman sebelumnya, dan negara tidak boleh mengembalikan ke hukuman yang sudah digrasikan," katanya.
Lebih lanjut Irmanputra menjelaskan, jika Presiden mencabut grasi yang telah diberikan maka hal itu sama saja Presiden telah menghukum seseorang tanpa kewenangan