Kamis 22 Nov 2012 15:59 WIB

Sidang Kode Etik KPU Bahas Sipol & Hadirkan Saksi Ahli

Rep: ira sasmita/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Lambang KPU (ilustrasi).
Foto: Antara
Lambang KPU (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sidang terakhir perkara dugaan pelanggaran administrasi dan kode etik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak yang diadukan, digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Kamis (22/11).

Dalam sidang dihadirkan saksi ahli untuk membahas Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL), salah satu sistem yang dipakai KPU dalam tahapan verifikasi. Sistem tersebut dipersoalkan dan dianggap melanggar oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pengadu.

Saksi ahli yang dihadirkan DKPP pada sidang yang dimulai pukul 14.00 WIB di Aula Kementerian Agama RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat yakni Direktur Politik dan Komunikasi Bappenas Raden Siliwanti. Serta Kepala Teknik Program Pemilu Elektronik  Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Faisol Baabullah.

Kedua perwakilan dari lembaga itu dihadirkan lantaran pada sidang pertama, persoalan SIPOL turut dibahas oleh Bawaslu. Sehingga DKPP menilai perlu menghadirkan kedua lembaga agar permasalahan terkait penerapan SIPOL menjadi jelas.

"Jadi lebih baik dipaparkan secara terbuka dalam sidang. Agar jelas duduk perkaranya," kata Ketua DKPP, Jimly Asshidiqie.

Sidang yang digelar untuk ketiga kalinya ini merupakan tindak lanjut dari aduan Bawaslu, yang terdiri dari Ketua dan anggota Bawaslu, yaitu Muhammad, Nasrullah, Endang Wihdatiningtyas, Daniel Zuchron, dan Nelson Simanjunak, serta Direktur LSM SIGMA Said Salahuddin.

Sementara sebagai Teradu adalah Ketua dan anggota KPU Husni Kamil Manik, Sigit Pamungkas, Ida Budhiati, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Hadar Nafis Gumay, Juri Ardiyanto, dan Arif Budiman.

Ketua dan Komisioner Bawaslu menilai bahwa Ketua dan anggota KPU melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Beberapa dalil dan bukti yang dibawa diantaranya, KPU dianggap tidak menghargai Bawaslu sebagai salah satu lembaga penyelenggara Pemilu.

KPU juga dinilai  tidak memiliki itikad baik untuk memberikan informasi terkait sejumlah hal dalam kegiatan verifikasi partai politik kepada Bawaslu. KPU disebut tidak memenuhi undangan klarifikasi yang disampaikan Bawaslu sebanyak dua kali, yakni pada 27 dan 29 Oktober 2012.

KPU juga dinilai bekerja tidak sesuai peraturan perundang-undangan dengan memundurkan tahapan, program, dan jadwal penyelenggara Pemilu legislatif tanpa alasan yang jelas.  

Bawaslu juga melaporkan dugaan KPU  menggunakan anggaran yang bersumber dari sumber dari pihak lain, yaitu International Foundation For Electoral Systems (IFES).

Penggunaan SIPOL yang bersifat tertutup dan hanya bisa diakses KPU, KPU Provinsi, KPU kabupaten/kota, dan partai politik dengan kanal terbatas juga dilaporkan Bawaslu.

Selain itu Bawaslu juga menilai dalam melakukan sistem seleksi administrasi partai politik, mulai dari  pendaftaran, verifikasi administrasi, dan verifikasi faktual secara bertingkat oleh KPU menyimpang dari aturan yang berlaku

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement