REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Damai Sejahtera (PDS) Sahat Sinaga mengatakan, pihaknya akan meningkatkan perkara dugaan pelanggaran KPU menjadi sengketa pemilu dengan membawanya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Pada Senin (26/11), PDS telah menyambangi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Jakarta, untuk mengkonsultasikan hal tersebut.
"Kami hari ini konsultasi lagi ke Bawaslu apa mungkin masalah ini kami kategorikan sengketa pemilu, karena ada tafsir bahwa sengketa harus dalam bentuk putusan. Tetapi undang-undang pemilu menyebutkan tidak perlu ada putusan, sehingga menurut kami ini bisa menjadi sengketa pemilu," kata Sahat kepada wartawan di Gedung Bawaslu.
Sahat mengatakan, pascadikeluarkan rekomendasi Bawaslu, yang mengimbau KPU mengikutsertakan 12 partai dalam verifikasi faktual, sampai hari ini KPU tidak mengeluarkan surat resmi atau berita acara putusan terhadap rekomendasi tersebut.
"Pertanyaan saya, apa dasarnya mereka tidak mau merespon rekomendasi Bawaslu. Mereka diberikan waktu tujuh hari untuk memeriksa partai yang direkomendasikan, namun bukti mereka periksa juga tidak ada, sehingga menimbulkan kecurigaan," kata Sahat.
Sahat mengatakan, kedatangannya ke Bawaslu juga memastikan bahwa lembaga pengawas belum menerima surat resmi dari KPU, sehingga menyebabkan Bawaslu urung menyampaikan surat resmi kepada partai yang direkomendasikan.
Menurut Sahat, apabila masalah KPU dapat dibawa ke ranah sengketa pemilu, maka nantinya pihaknya akan berperan sebagai pengadu, sementara KPU menjadi teradu.
Selain PDS, Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) dan Partai Buruh dikabarkan turut menempuh langkah serupa.
Di sisi lain, Sahat juga meminta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dapat bertindak tegas terhadap jajaran Komisioner KPU dalam sidang putusan perkara dugaan pelanggaran penyelenggaraan pemilu, yang dijadwalkan digelar Selasa (27/11).
"Harapan kami DKPP bisa menegakkan etika, karena rekomendasi Bawaslu mengindikasikan pelanggaran kode etik.
Buktinya rekomendasi tidak ditanggapi, mengambang, tidak beretika, dan sebuah lembaga yang baik seharusnya dapat menyertakan keterangan tertulis, bukan hanya berbicara kepada pers," ujar Sahat.
Sahat berpendapat sebaiknya Komisioner KPU diganti, sebelum terlambat dan mengganggu tahapan pemilu selanjutnya. "Belum terlalu terlambat diganti karena tahapan pemilu masih awal," ujar dia.
Dikonfirmasi mengenai hal tersebut anggota Bawaslu Endang Wihdatiningtyas menyampaikan bahwa saat ini PKNU dan Partai Buruh sudah mengajukan persoalan untuk dibawa ke ranah sengketa pemilu. Bawaslu, menurut dia, sudah mengirimkan surat ke Mahkamah Agung, beberapa hari lalu, untuk meminta pendapat hukum.
"Kami minta pendapat MA apakah keputusan KPU terkait partai tidak lolos itu sudah bisa dijadikan obyek atau belum," kata Endang, di kantornya, di Jakarta, Senin.
Sementara itu Endang mengatakan bahwa KPU telah mengirimkan surat keputusan menyikapi rekomendasi ke Bawaslu. Menurut Endang, surat itu diterima tanggal 19 November 2012.
"Isinya mengatakan bahwa KPU sudah memeriksa ulang 12 parpol, tetapi dinyatakan tetap tidak lolos untuk lanjut ke verifikasi faktual. Itu salah satu tindak lanjut dari KPU, dan surat itu bukan dalam bentuk berita acara," ujar dia.