REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi Dedie A Rachim mengatakan pungutan liar (Pungli) di beberapa daerah di Indonesia hingga kini masih cukup tinggi. Hal itu menghambat berkembangnya dan masuknya investasi di Indonesia.
Menurut Dedie pada seminar pencegahan korupsi melalui peningkatan kualitas pelayanan publik dan pengelolaan APBD di Banjaramasin, Selasa (27/11), bila dinilai, persoalan pungli di Indonesia berada di bawah angka tujuh, sedangkan yang paling baik adalah diangka sepuluh.
"Beberapa tahun lalu kami pernah mengamati masalah pungutan liar ini di satu daerah, dan hasilnya dari pengamatan tersebut pungutan liar yang dilakukan dalam satu hari mencapai sekitar Rp 13 miliar lebih," katanya.
Tingginya pungutan liar tersebut, kata dia, menyebabkan sekitar seratus perusahaan termasuk perusahaan sepatu di Jakarta dan beberapa daerah sekitarnya hengkang ke negara lain seperti ke Vietnam.
Kondisi tersebut, kata dia, sangat memprihatinkan dan harus segera mendapatkan perhatian semua pihak, bukan hanya oleh pemerintah pusat tetapi juga pemerintah provinsi maupun daerah.
Selain itu, penyelewengan seperti pupuk bersubsidi juga masih terjadi seperti di daerah perbatasan Kalimantan, di mana pupuk bersubsidi di jual ke negara lain.
Pada kesempatan tersebut, Dedie juga mengekspos tentang adanya pengaduan masyarakat terhadap pelayanan publik di Kalimantan Selatan selama 2011 yang mencapai 923 pengaduan, dan kini sedang dalam proses verifikasi untuk memilah pengaduan mana yang akan ditindaklanjuti.
Sedangkan untuk laporan gratifikasi, Kalimantan Selatan nol atau tidak ada laporan, sedangkan beberapa provinsi lainnya cenderung cukup tinggi, seperti DKI Jakarta mencapai 1.002 laporan, Jawa Barat 238 laporan dan secara nasional mencapai 1.373 laporan gratifikasi.
Selain dari KPK, hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut adalah Direktur BPKP Joko Prihardono dan Wakil Gubernur Kalsel Rudy Resnawan.