Jumat 30 Nov 2012 21:10 WIB

Ayo Rebut Camar Bulan (II-Tamat)

Bendera Indonesia dan Malaysia
Foto: blogspot.com
Bendera Indonesia dan Malaysia

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Muhammad Fakhruddin (wartawan Republika)

Pemahaman tim bersama kedua negara pada masa itu hanya terfokus pada batas watershed. Sehingga dengan segala cara, tim bersama tetap mencari watershed, termasuk dengan jalan melakukan pengukuran leveling atau sifat datar. Maka yang ditemukan adalah posisi yang lebih ke arah selatan dan masuk wilayah Indonesia. Pada masa itu, pihak Indonesia sudah merasa ada sesuatu yang ganjil, mengapa fokusnya hanya pada watershed saja.

Sayangnya, keganjilan itu tidak pernah dikomunikasikan dengan kounterpartnya dari Malaysia, sampai nota kesepahaman di tingkat teknis ditandatangani oleh kedua negara pada 1978.Terkait dengan adanya 10 lokasi yang diyakini masih bermasalah menurut versi Indonesia, maka pada tahun 2001, Tim Teknis Indonesia secara sepihak melakukan penelitian terkait wilayah Camar Bulan atau Tanjung Datuk tersebut.

Tujuannya untuk membuktikan kembali bahwa daerah tersebut merupakan daerah datar dan tidak layak untuk ditarik garis batas sesuai watershed. Penelitian dilakukan dengan perpaduan pemotretan udara dan pengukuran beda tinggi di daratan leveling. wilayah itu tergolong daerah datar dan berawa. Artinya, daerah itu sesungguhnya adalah klasifikasi daerah datar, dan semestinya batas yang dicari bukanlah jenis watershed, tetapi berupa garis lurus. Kalau garis batas di sana diambil dari garis lurus, maka tidak ada yang merasa dirugikan.

Hasilnya terbukti daerah itu memang rata. Hal ini dikemukakan dalam perundingan di Jakarta pada 2001 dan pihak Indonesia berhasil meyakinkan Malaysia bahwa persoalan itu harus dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Sayangnya pada pertemuan berikutnya, persoalan Camar Bulan jadi “terlupakan” lagi, sebab Tim Indonesia sudah berganti dan masalah lama Tanjung Datuk atau Camar Bulan jadi terlupakan lagi.

Pihak Malaysia mengatakan, karena MoU sudah ditandatangani berarti masalah tersebut sudah mereka anggap selesai. Sangat disayangkan pihak delegasi Indonesia saat itu setuju dengan “Malaysia” dengan alasan MOU-nya sudah ditandatangani. Padahal tanda tangan itu baru di tingkat teknis, dan prosesnya masih panjang. Sesuai undang-undang, berbicara kedaulatan negara harus mendapatkan persetujuan dari DPR.

Namun soal perbatasan itu belum ada yang dimintakan persetujuannya dari DPR-RI. Permasalahan batas negara antara Indonesia dan Malaysia di wilayah Dusun Camar Bulan, Desa Temajok, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, kini sudah mulai terasa permasalahannya di tingkat kampung.

Warga Dusun Camat Bulan sudah mulai melakukan penyerobotan lahan Malaysia karena mereka mengetahui adanya kejanggalan pada garis batas di wilayah sengketa yang berbentuk letter U itu. Ketua RT 16, Dusun Camar Bulan Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Sambas, Kalimantan Barat, Normansyah, mengatakan, patok perbatasan yang melintasi Dusun Camar Bulan memang ganjil jika membandingkannya peta perjanjian Inggris dengan Belanda. Keganjilannya dapat dilihat dari jarak patok perbatasan terdekat dengan bibir Pantai Temajuk hanya sekitar 700 meter. “Padahal kalau melihat dari peta lama jaraknya sekitar 4 kiloan,” kata Normansyah.

Selain itu, dalam peta Indonesia, garis batas dengan Malaysia terletak sekitar 3.900 meter dari garis pantai. Sedangkan versi Malaysia, garis batas negaranya dengan Indonesia terletak sekitar 900 meter dari garis pantai.Berpatokan dengan itu, warga Camar Bulan berani menyerobot lahan Malaysia seluas kurang lebih 1000 hektar. “Kata orang-orang ''di atas'' ini memang diperebutkan. Jadi kami selaku warga negara juga terpanggil untuk menjaga NKRI,” kata Normaly (41 tahun), warga Dusun Camar Bulan.

Normaly mengaku memiliki tanah seluas 4 hektar di lahan Malaysia yang dipersengketakan itu. Lahan tersebut hasil dari ‘mematok’ dua tahun lalu. Kini lahan tersebut sudah ditanami karet dan lada. “Kita tidak setuju dengan patok yang ada. Itulah makanya kami berani masuk ke lahan itu,” kata Normaly. Kini warga Camar Bulan berbondong-bondong mengkapling lahan Malaysia yang sengketakan itu.

Terdapat sekitar 300 orang penggarap lahan tersebut. Kaplingan warga garis patok letter U hingga membentuk garis batas lurus dengan Malaysia dan jaraknya sekitar 4 kilometer dari garis Pantai Temajuk. “Kami tidak mau kecolongan lagi. Jadi secara fakta kita sudah berada di sana, sesuai garis batas yang lurus,” kata Normaly.

Warga berani menolak garis patok perbatasan letter U karena ada mekanisme outstanding boundary problem. Kesepakatan yang masih belum sepakat sejak jaman Belanda pada tahun 1826 di Traktat London. Normaly dan Normansyah justru menuntut keseriusan Pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan kedaulatan negara. “Kami siap menggarap apabila dilindungi,” kata Normaly.

Di tingkat pusat, penanganan masalah batas masih belum terlihat perubahan yang konkrit atau nyata. Meskipun sudah ada Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang khusus menangani persoalan batas RI-Malaysia, tapi penanganannya masih menggunakan pola lama di bawah Kementerian Dalam Negeri. Justru pengelolaan perbatasan dengan pola lama miliki kelemahannya sangat mendasar. Sebab, tim penetapan dan penegasan perbatasan sifatnya adhoc atau kepanitiaan.

Setiap tahunnya harus dibentuk tim yang masing-masing personilnya diambil dari kementerian dan lembaga terkait. Sehingga penyelesaikan masalah perbatasan tidak pernah kontinyu dan berkelanjutan. Padahal pendudukan secara masif di wilayah yang disengketakan itu tentunya harus diimbangi dengan pembenahan untuk menangani penegasan perbatasan negara. Hal yang tidak kalah pentingnya dan menentukan adalah perundingan itu sendiri dan bagaimana para ahli kita melakukannya dengan benar.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement