REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski telah mendapatkan kenaikan status di PBB dari negara pengamat (Observer State) menjadi non-anggota (non-member), Palestina dinilai sulit bergabung dengan Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC).
Padahal bergabungnya Palestina memungkinan negara itu menyeret Israel ke meja hijau atas kejahatan perang.
Pandangan tersebut disampaikan oleh Pengamat Internasional dari Universitas Pertahanan Indonesia, Bantarto Bandoro. Menurut dia kenaikan status tersebut belum tentu mengizinkan Palestina bergabung dengan ICC.
Pasalnya, Palestina tidak meratifikasi perjanjian Roma tahun 1998 sebagaimana anggota ICC yang terdaftar. Untuk menuntut Israel dalam pengadilan tersebut pun, menurut Bantarto, akan sangat sulit jika tak menjadi anggota.
Menuntut Israel juga akan sulit. "Karena daftar kasus-kasus yang berada ICC berasal hanya dari anggota," tuturnya, Jumat (30/11).
Oleh karena itu, Bantarto mengatakan, Palestina harus lebih gigih untuk menunjukkan dunia internasional bahwa Israel layak dihukum. Palestina perlu upaya lebih keras agar Israel diseret atas pelanggaran hak asasi manusia, meski tak terdaftar di ICC.
"ICC satu-satunya forum pengadilan internasional. Tidak ada lagi pengadilan yang sifatnya ad hoc. Jadi harus ada usaha keras lagi agar internasional mengakui bahwa Israel berhak dihukum," tuturnya.