Rabu 05 Dec 2012 13:01 WIB

Jalan Hidup Salikin (24): Khalwat

Ilustrasi
Foto: blog.science.gc.ca
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Malam hari memang menampilkan kegelapan, tetapi bukankah kegelapan malam itu menjanjikan keheningan, kesenduan, kepasrahan, kesyahduan, kerinduan, kepasrahan, ketenangan, dan kekhusyukan?

Suasana batin seperti ini amat sulit diwujudkan pada siang hari. Seolah-olah yang lebih aktif pada siang hari ialah unsur rasionalitas dan maskulinitas kita sebagai manusia dan ini mendukung kapasitas manusia sebagai khalifah di muka bumi.

Sedangkan, pada malam hari yang lebih aktif ialah unsur emosional-spiritual dan femininitas kita dan ini mendukung kapasitas kita sebagai hamba (abid). Dua kapasitas manusia ini menjadi penentu keberhasilan hidup seseorang.

Sehebat apa pun prestasi sosial seseorang, tetapi gagal membangun dirinya sebagai hamba yang baik, itu sia-sia. Hal yang sama juga terjadi sebaliknya.

Keempat, membatasi tidur. Banyak tidur berarti memanjakan badan. Orang-orang yang banyak tidur termasuk menyia-nyiakan karunia hidup yang diberikan Tuhan. Allah banyak menyindir orang yang banyak tidur dengan mengungkapkan diri-Nya di dalam beberapa ayat, termasuk dalam Ayat Kursi bahwa Tuhan tidak pernah tidur.

Nabi juga dalam beberapa riwayat mengungkapkan sedikit sekali jam tidurnya. Demikian pula, para sufi dan wali selalu membatasi jam tidurnya untuk memberi waktu bagi dirinya berlama-lama dengan Tuhannya.

Semua orang menyesali diri di hari kemudian, tetapi yang paling besar tingkat penyesalannya ialah orang yang banyak tidur dan panjang angan-angan. Rasulullah menegaskan larangannya untuk tidak boleh tidur sesudah shalat Subuh dan sesudah shalat Ashar.

Kelima, membatasi bicara, yakni memelihara lidah untuk tidak banyak mengumbar kata-kata duniawi. Suara lebih banyak digunakan untuk berzikir dan membaca Alquran. Bicara kosong apalagi mencela, memaki, marah, berbohong, dan memfi tnah harus dijauhi para salikin, apalagi ketika dalam keadaan sedang berkhalwat.

Rasulullah pernah menegaskan, “Barang siapa yang percaya kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah berkata benar atau lebih baik diam.”

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement